Plagiarism Checker X Originality Report

Plagiarism Quantity: 16% Duplicate

Date Rabu, Mei 08, 2019
Words 305 Plagiarized Words / Total 1879 Words
Sources More than 33 Sources Identified.
Remarks Low Plagiarism Detected - Your Document needs Optional Improvement.

Differences exudates after irrigation with measured pressure on diabetic ulcers Moh. Arifin Noor, Suyanto Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Islam Sultan Agung Semarang Abstract Diabetic ulcer is a further complication of the presence of diabetic ulcers that are not handled properly. Gangren ulcers are very difficult to cure. One of them is the characteristic of gangrene wounds that have a hollow (hard) that is very difficult to do cleansing.

In addition, the types of bacteria that are in gangrene are anaerobic bacteria that are difficult to treat with antibiotics. The number of bacteria will also be proportional to the number of production of pus. One of the most possible actions is to irrigate the wound tunnel so that the wound is clean and anaerobic bacteria are reduced. The modern wound irrigation device, which is one of the developments of existing irrigation devices, is expected to be able to reach gangrenous wound tunnels with a modified form of output.

This study aimed to determine the effect of modification of the output of the modern wound irrigation device (MWID) on the number of bacteria in diabetic gangrenous ulcer sufferers. The method used in this study was quasi-experimental without a control group. The intervention group was given wound irrigation using a modified MWID tool. The instrument was used to determine exudate production using the observation sheet Leg Ulcer Measurement Tool (LUMT).

The results of the analysis by the Mc Nemar test showed that p value 0.67 (p value> 0.05) means that there is no difference in the amount of exudate production with modification of the MWID output. Further research is needed regarding the effect of irrigation angle on the number of bacteria in diabetic ulcers. Keywords : exudate, irrigation, diabetic ulcer Corresponding Author : Moh. Arifin Noor, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Jl.Raya Kaligawe KM.4 Semarang Email : [email protected] PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah diabetes mellitus menyebabkan peningkatan pula kejadian komplikasi diabetes, salah satunya yaitu luka pada kaki.

Menurut Peter Sheehan (2003) di Amerika Serikat sekitar 2,5 % dari penderita diabetes melitus berkembang timbulnya luka kaki diabetes per tahun dan 15 % dari penderita luka kaki diabetes yang akhirnya menjalani amputasi. Nandavati (2002) Rumah Sakit Internasional Bintaro (RSIB) melaporkan bahwa komplikasi yang paling sering dialami oleh penderita diabetes mellitus adalah komplikasi pada kaki sekitar 15 % yang disebut luka kaki diabetes. Ulkus diabetik atau luka kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik dari diabetesi.

Sekitar 29% dari penderita diabetes akan mengalami luka pada kakinya (Dinh et al, 2012). Meningkatnya angka kejadian ulkus diabetikum di dunia menjadi salah satu penyebab terjadinya peningkatkan kasus amputasi. Hasil penelitian studi epidemologi di Eropa dilaporkan lebih dari satu juta amputasi dilakukan pada penderita luka diabetes. Artinya setiap 30 detik terjadi kasus amputasi kaki karena menderita DM.

Sebanyak 85% kasus amputasi pada ekstremitas bawah didahului oleh luka kaki diabetes (Boulton, 2004). Jumlah bakteri akan menjadi penentu apakah luka tersebut terinfeksi atau tidak. Terjadinya infeksi oleh bakteri yang berkoloni akan menyebabkan jaringan sekitar mengalami kerusakan. Usaha untuk menurunkan koloni bakteri dapat dilakukan dengan tindakan pencucian luka (Beanchi &Janice, 2000).

Tindakan yang umum dilakukan untuk membersihakan luka terbukan dan terkontaminasi patogen adalah cleansing. Tehnik cleansing yang digunakan adalah menggunakan irigasi. Hasil penelitian yang relevan lainnya menyatakan bahwa output irigasi yang digunakan berupa one point. Irigasi merupakan tindakan mengaliri luka dengan cairan berdasarkan terkanan tertentu. Tekanan yang diberikan selama irigasi bervariasi dari tekanan 0.5 psi sampai 15 psi.

Irigasi dengan tekanan tinggi (5-15 psi) bertujuan untuk menghilangkan, melunakkan, mengangkat jaringan mati, menurunkan perkembangan bakteri, rehidrasi permukaan luka supaya tetap terjaga kelembaban dan meminimalkan terjadinya trauma pada saat pencucian luka. Bagian yang terpenting dalam irigasi luka adalah jumlah cairan steril yang cukup dan tekanan irigasi yang optimal. Jumlah cairan yang diperlukan akan tergantung dari jenis luka dan tingkat kontaminasi cidera yang terjadi (Paul, 2012).

Tindakan irigasi ini termasuk dalam mechanical debridement, yaitu dengan menggunakan tekanan mekanik untuk membuang jaringan mati. Tekanan yang tinggi akan mendorong air untuk membersihkan luka dari jaringan mati ataupun bakteri (Bret et al, 2010). Baranoski & Ayello (2008) dijelaskan bahwa tekanan untuk melakukan irigasi adalah 4-15 psi, sedangkan Agency Health Care Policy and Research (AHCPR) merekomendasikan 10-15 psi. Rekomendasi AHPCR lebih banyak digunakan saat melakukan irigasi luka (Chester, 2012).

Tekanan tersebut merupakan tekanan yang efektif dan aman terhadap jaringan luka. Tehnik irigasi dengan menggunakan tekanan 1-5 psi tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan, sedangkan irigasi dengan tekanan tinggi yang melebihi batas 15 psi dapat menyebabkan bakteri dan partikel terdorong masuk ke dalam jaringan sehat. Hasil penelitian relevan lainnya menyatakan bahwa pada 10 responden ulkus diabetik grade 1-2 yang dilakukan irigasi menggunakan modern wound irrigation device (MWID) terjadi perbedaan rerata jumlah bakteri antara sebelum dan setelah dilakukan irigasi dengan p value 0,001 (p value < 0,05) (Suyanto dan Amal, 2016).Penelitian mengenai irigasi ulkus gangren belum banyak dilakukan dikarenakan karakterisktik ulkus gangren yang berongga dan jenis bakteri anaeob Sehingga diperlukan modifikasi alat irigasi untuk mencapai tunnel ulkus gangren diabetik.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan jumlah eksudat setelah dilakukan irigasi dengan tekanan terukur pada ulkus diabetik. METODE Desain penelitian ini adalah quasy eksperimen tanpa kelompok kontrol dengan jumlah responden sebanyak 10. Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang mengalami ulkus diabetik dan dirawat di bangsal. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2018.

Uji analisis distribusi frekuensi digunakan untuk melihat jumlah dan prosentase karakteristik responde. Adapun uji analisis bivariat yang digunakan adalah uji mc nemar. HASIL Tabel 4.1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur, lama menderita DM pada kelompok perlakuan di RSISA Semarang pada bulan Desember tahun 2018 (n=10) Variabel Mean � SD Median Min � Maks 95% CI N  Umur 49.0 � 6.6 49.5 38 - 59 44.27 � 53.73 10  Lama menderita DM 4.0 � 1.5 4 2 - 7 2.93 � 5.07 10  Tabel 4.1

menunjukkan rerata umur pada kelompok perlakuan yakni 49 tahun (standar deviasi � 6.6) dengan estimasi 95% Confident Interval (CI) diyakini bahwa rerata umur antara 44.27 hingga 53.73. Rerata lama menderita DM 4 tahun. Tabel 4.2 Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, jumlah produksi awal eksudat dan sesudah dilakukan irigasi pada kelompok perlakuan di RSISA Semarang pada bulan Desember tahun 2018 (n=10) Variabel Kelompok perlakuan   Frekuensi %  Jenis kelamin Laki-laki Perempuan  4 6  40 60  Produksi eksudat sebelum irigasi Sedikit Sedang  3 7  30 70  Produksi eksudat setelah irigasi Sedikit sekali Sedikit Sedang  5 3 2  50 30 20   Tabel 4.2

menjelaskan bahwa jenis kelamin yang paling dominan adalah perempuan dengan masing-masing 6 responden (60%). Produksi eksudat sebelum dilakukan irigasi dengan MWID paling banyak produksi eksudat sedang. Sedangkan produksi eksudat setelah dilakukan irigasi dengan MWID pada produksi eksudat kategori sedikit sekali yakni 5 responden (50%). Tabel 4.3 Analisis perbedaan jumlah produksi eksudat sebelum dan sesudah diberikan irigasi dengan MWID pada kelompok perlakuan di RSISA Semarang pada bulan Desember tahun 2018 (n=10) Produksi Eksudat Setelah irigasi Total P value   Sedikit Sedang    Sebelum Irigasi Sedikit 5 (50%) 3 (30%) 8 (80%) 0.67?   Sedang 1 (10%) 1 (10%) 2 (20%)   Total 6 (60%) 4 (40%) 10 (100%)   Tabel 4.3

berdasarkan analisis dengan menggunakan uji nonparametrik Mc Nemar menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna jumlah produksi eksudat setelah dilakukan MWID (p value = 0.67). PEMBAHASAN Hasil penelitian didapatkan hasil bahwa terdapat beragam grade ulkus diabetikum. Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang diabetes mellitus adalah ulkus kaki diabetes. Ulkus kaki diabetes disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut trias yaitu : iskemik, neuropati, dan infeksi.

Pada penderita diabetes mellitus apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila penderita diabetes mellitus tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan meneybabkan lesi dan menjadi ulkus kaki diabetes (Waspadji, 2006).

Pada penderita ulkus kaki diabetes, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi karena merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylococcus atau Streptococcus serta kuman anaerob yaitu Clostridium Perfringens, Clostridium Novy, dan Clostridium Septikum (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006). Keterbatasan pada penelitian ini adalah masih sedikit jumlah responden yang ikut dalam penelitian ini dikarenakan tidak banyak pasien ulkus kaki diabetes yang dirawat pada saat pengambilan data.

Disamping itu keterbatasan lainnya banyak hal yang berpengaruh terhadap produksi eksudat antara lain umur, penggunaan antibiotik, kadar glukosa serta jumlah bakteri. REFERENSI Asmorohadi, A., Gayatri, D., & Dahlia, D. (2013). Efektifitas alat irigasi arthripi terhadap penyembuhan ulkus diabetikum di rsu tugu semarang dan rsu kota semarang. Thesis tidak terpublikasikan. Bianchi & Janice. (2000). The cleansing of superficial traumatic wounds. British Journal of Nursing. Pages 28 Black, J.M & Hawks,J.H. (2009).

Medical surgical nursing clinical management for positive outcomes (8th ed). Singapore: Elsevier Pte Ltd Boulton, A.J.M., Armstrong, D.G., Albert,S.F., Frykberg, R.G., Hellman, R., Kirkman, M.S. (2008). Comprehensive foot examination and risk assessment. Diabetes care journal, 31(8) Boulton, A.J.M.,Kirsner, R.S., Vileikyte,L. (2004). Neuropathic diabetic foot ulcers. NEJM, 351: 48-55 Brookes,S., O�Leary, B. (2006). Feet first: a guide to diabetic foot services. British journal of nursing, 35 (3) Clayton, W,Jr & Tom, A.E. (2009). A review of the pathophysiology: classification and treatment of foot ulcer in diabetic patient.

Diakses dari http://www.clinical_dabetes_mellitus./article.htm Dewi, A. (2006). Hubungan aspek-aspek perawatan kaki diabetes dengan kejadian ulkus kaki diabetes pada pasien Diabetes Mellitus. Thesis, Tidak dipublikasikan Fauci, A.S., Kasper, D.L., Longo,D., Braunwald,E., Hauser, S.L, Jameson,J.L., et.al. (2008). Harrison�s: Principles od internal medicine (17th ed). New York Mc Graw Hill Lavery, L.A., McGuire, J..B., Baranoski, S., & Ayello, E.A. (2008). Diabetic foot ulcer.

Journal of diabetes and its complications, 16: 153-158 May, K. (2008). Preventing foot ulcers. Aust Prescr, 31: 94-96 Naicker, A.S., Ohnmar, H., Choon, S.K., Yee,K.L.C., Naicker, M.S., Das, S., et al. (2009). A study of risk factors associated with diabetic foot, knowledge and practice of foot care among diabetic patients. International Medical Journal, 16(3):189-193 National Diabetes Facts Sheet. (2011). Fast fact on diabetes. Diakses dari http:/www.cdc.gov/diabetes Nicks, B.A., Vello, E.A., Woo, K., Nitzki-George, D., & Sibbald, R.G. (2010). Acute wound management: revisiting the approach to assessment, irrigation, and closure considerations.

International Journal of Emergency Medicine, 3(4): 399-407 Norwood, D.V. (2011). Diabetic foot ulcer. EBSCO Publishing Perkumpulan Endokrin Indonesia. (2011). Konsensus: Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB. PERKENI Rowland, K. (2009). Wound healing perpectives: diabetic foot ulcers. National healing coorporation, 6 (4) Sabri, L., & Hastono, S.P. (2006). Statistik kesehatan. Edisi revisi. Jakarta: FKM UI. Sastroasmoro, S & Ismael, S. (2010). Dasar � dasar metodologi penelitian klinis. (Ed.2). Jakarta : Sagung Seto. Singh, N., Armstrong,D.G., & Lipsky, B.A. (2005).

Preventing doot ulcers in patients with diabetes. JAMA, 293 (2) Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2008). Brunner & Suddarth�s textbook of medical surgical nursing (11th ed.). Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. Suriadi. (2004). Perawatan luka, Edisi 1. Jakarta; Sagung Seto. Suyono, S. (2006). Masalah Diabetes Mellitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 3. Jakarta: Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Vancouver Costal Health. (2010). Diabetic foot care: You dan your feet. Vancouver Coastal Health.

Diakses dari http://www.vch.eduhealth.ca