Plagiarism Checker X Originality Report

Plagiarism Quantity: 5% Duplicate

Date Minggu, September 29, 2019
Words 228 Plagiarized Words / Total 4340 Words
Sources More than 40 Sources Identified.
Remarks Low Plagiarism Detected - Your Document needs Optional Improvement.

TEMPLATE MANUSKRIP MEDIA KEPERAWATAN INDONESIA Jenis Manuskrip (berikan tanda v pada kolom yang disediakan) v Hasil Penelitian   Systematic Review   Studi Kasus   Judul Bahasa Indonesia: Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder Terhadap Tingkat Stres Remaja Putri   Bahasa Inggris: Body Dismorphic Disorder Tendency to Stress Level in Female Adolescences   Penulis: Urutan Penulis Nama Email Institusi  Penulis 1 Ghina Yustina Fazriyani [email protected] Unimus  Penulis 2 Desi Ariyana Rahayu(*) [email protected]

Unimus  Penulis 3     Dst     berikan tanda (*) pada coresponding author Abstrak (ditulis dalam satu paragraf, terdiri dari 150-200 kata, meliputi latar belakang, tujuan, metodologi, hasil, pembahasan, simpulan) Bahasa Indonesia: Kecenderungan Body Dismorphic Disorder (BDD) merupakan suatu serangkaian gejala yang dialami oleh seseorang yang mengarah pada ketidakpuasan penampilan fisik yang biasanya terjadi pada masa remaja putri. Dimana mereka memiliki obsesi yang lebih terhadap penampilan fisik dan adanya keinginan untuk memiliki bentuk tubuh yang sempurna, sehingga mereka melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kekurangannya dari segi fisik.

Hal ini akan mengakibatkan beban pikiran pada remaja putri saat keinginannya tidak dapat tercapai, dan berdampak timbulnya stres. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara kecenderungan BDD terhadap tingkat stress pada remaja putri. Jenis penelitian kuantitatif deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini sebanyak 216 remaja putri sekolah menengah atas dengan teknik simple random sampling. Analisis data dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan BDD pada remaja putri dalam kategori tingkat kecenderungan BDD tinggi (55,6%) dan tingkat kecenderungan BDD rendah (44,4%). Tingkat stres remaja putri ialah dalam kategori stres ringan (33,3%), kategori normal (30,1%), kategori stres sedang (30,6%), dan tingkat stres berat (6%). Simpulan adanya hubungan kecenderungan BDD terhadap tingkat stress (p=0,000) dengan nilai correlation coefficient sebesar 0,646, yakni semakin tinggi kecenderungan BDD maka akan semakin tinggi tingkat stres yang dialami oleh remaja putri.

  Bahasa Inggris: Body Dismorphic Disorder(BDD) tendency is a series of symptoms experienced by a person that leads to dissatisfaction with the physical appearance or body appearance that usually occurs in adolescent girls. Where female adolescences have more obsession with physical appearance and the desire to have a perfect body shape, so they make various efforts to overcome the shortcomings in terms of physical.

This will result in the burden of mind on young women when their desires cannot be achieved, and have an impact on the emergence of stress.The purpose of this research is to determine the relationship between the tendency of BDD to stress levels in female adolescences in a high school. The type of this research is quantitative descriptive correlational research approach with crosssectional design. The sample of this study was 216 female adolescent respondents with a simple random sampling technique. Data analysis by using test Rank Spearman correlation test.

Research result shows that of tendency BDD in female adolescences in the ccategory of high BDD tendencies (55,6%) and low BDD tendency category (44,4%). The stress level in female adolescences in the mild stress category (33,3%), normal category (30,1%), moderate stress category (30,6%), and severe stress category (6%). Conclusion showed the relationship between the tendency of BDD to stress levels (p = 0,000) with a correlation coefficient of 0.646, i.e. the higher of BDD tendency, the more it will influence the stress level.

  Kata Kunci (ditulis 3 � 5 kata) Bahasa Indonesia: Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder, Tingkat Stres, Remaja Putri   Bahasa Inggris: Body Dysmorphic Disorder tendency, stress levels, female adolescences   Hasil Penelitian Pendahuluan (10% dari total tulisan) = Mengutip minimal 4 artikel ilmiah (nasional / internasional) yang memiliki DOI (Digital Object Identifier) Remaja akan mengalami masa peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa. Dimana masa ini dikenal sebagai wujud perkembangan individu yang pada hakikatnya termasuk ke dalam bagian penting di kehidupan dan berperan sebagai masa peralihan yang jika diarahkan dengan baik akan sampai pada titik yang disebut masa dewasa yang sehat, sehingga remaja yang baik dan sehat ialah yang dapat menjalankan tugas perkembangan remaja, salah satunya yaitu menerima keadaan sosok fisik dirinya dengan berikut segala keragaman dan kualitasnya (Jahja, 2011).

Perkembangan fisik pada remaja menjadi dasar munculnya aspek lain yang meliputi perkembangan psikis dan sosial. Apabila terdapat hambatan dalam perkembangan fisik, maka proses perkembangan psikis dan sosial pun akan terganggu serta tidak mudah mendapatkan tempat yang wajar dalam kehidupan masyarakat sosial demikian juga sebaliknya (Thalib, 2010). Bentuk dan penampilan tubuh merupakan gambaran diri yang paling mudah terlihat dan keduanya saling berkaitan terhadap penilaian tampilan fisik atau citra tubuh.

Perasaan kurang nyaman dan asing terhadap kondisi tubuh akan muncul, yang menyebabkan remaja berusaha lebih keras untuk memperbaiki penampilan agar mendapatkan tampilan fisik yang ideal dan sesuai dengan apa yang diharapkannya. Obsesi yang dialami oleh remaja putri terhadap penampilan fisik merupakan salah satu kriteria bahwa individu tersebut mengalami kecenderungan body dysmorphic disorder (Nourmalita, 2016).

Hasil penelitian kualitatif yang dilakukan melalui wawancara dengan ke-tiga remaja putri pada masa remaja akhir sebagai responden yang mengalami gangguan kecenderungan BDD memiliki defek terhadap bagian tubuh yang dikeluhkan seperti berat badan, hidung pesek, hidung besar, rambut keriting, rambut lepek, jerawat, tidak memiliki alis, dan kaki besar (Lestari, 2017). Hasil penelitian didapatkan bahwa beberapa usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu memeriksa penampilan berulang kali (56,10%), olahraga ketat (6,10%), perawatan di klinik kecantikan (8,54%), program pelangsingan (3,66%), diet ketat (8,54%), fitness (1,22%), lain-lain (15,85%).

Tercatat bahwa sekitar 1 � 1,5 % populasi dunia memiliki kecenderungan BDD dan pengaruhnya lebih besar pada masyarakat yang sosial budayanya sangat memerhatikan penampilan (Rahmania & Yuniar, 2012). Prevalensi gejala body dysmorphic disorder secara signifikan diperkirakan sekitar 1-2% pada cohort yang berbeda, dengan prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita yaitu 1,3 � 3,3 % daripada pada laki-laki yaitu 0,2 - 0,6%.

Heritabilitas kekhawatiran dismorfik tubuh diperkirakan sekitar 49% terjadi pada usia 15 tahun, usia 18 tahun sebesar 39%, dan sebanyak 37% pada usia 20 � 28 tahun dengan varian sisa merupakan akibat dari lingkungan (Enander et al , 2018). Seseorang dengan BDD pada umumnya dalam dirinya telah tertanam body image yang negatif, sehingga semua usaha merawat diri yang telah dilakukan hasilnya akan tetap sama karena mereka selalu merasa dirinya buruk.

Individu yang memiliki kecenderungan BDD memiliki keyakinan bahwa tubuhnya tidak proporsional yang kemudian muncul penilaian yang negatif, sehingga mereka merasa rendah diri, cemas, malu, sedih, mengalami distress dan penurunan fungsi sosial (Nurlita & Lisiswanti, 2016). Penyebab stres yang dialami oleh remaja juga dapat disebabkan oleh salah satu tugas perkembangannya yaitu berusaha untuk menerima kondisi fisik. Menurut pendapat peneliti menyatakan bahwa secara fisiologis dan psikologis remaja masih berkembang dan belum sempurna dari fase perkembangan anak, sehingga pemenuhan tuntutan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan masa dewasa mengalami sedikit kesulitan (Ahsan & Ilmy, 2018).

Banyak literatur yang mengatakan bahwa remaja sebagai masa �strom and stress�. Pengaruh lingkungan sekitar, media sosial, tren masa kini, aktivitas sehari-hari baik dari keluarga ataupun dari masyarakat hal ini merupakan salah satu munculnya stres pada remaja. Gejala yang biasanya dialami oleh individu bisa berupa stres fisik ataupun stres psikologis (Restu Dwi Prihatina, Melly Latifah, 2012). Studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara pada pelajar putri sebanyak 20 orang, didapatkan bahwa sebanyak 7 orang (35%) kecenderungan BDD dialami oleh pelajar putri kelas XI dan XII dengan rata-rata usia 17 tahun.

Beberapa yang mereka rasakan ialah mereka kurang percaya diri dengan kondisi fisik yang ada seperti kurang tinggi, gemuk, paha dan betis besar, jerawatan, warna kulit kurang putih, dan lain-lain, sedangkan pada pelajar putri kelas X sangat sedikit ditemukannya kecenderungan BDD sekitar sebanyak 13 remaja putri (65%) menyebutkan tidak terlalu mempedulikan penampilan fisik. Beberapa upaya yang telah dilakukan mereka yaitu melakukan olah raga, berenang, mencoba beberapa diet ketat, menggunakan skin care dan obat jerawat, dan sebagainya.

Beberapa diantara mereka kadang merasa minder, kurang percaya diri, kesal, tidak menerima keadaan fisik yang dimilikinya dan bahkan hingga marah-marah pada orang tuanya. Hal ini mereka anggap suatu masalah yang harus segera diatasi, karena dapat mengganggu di lingkungan sosialnya. Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang �kecenderungan BDD terhadap tingkat stres pada remaja putri.�   Metodologi (15% dari total tulisan) = tuliskan desain penelitian, populasi & sampel, tempat penelitian, instrumen, pengumpulan data, analisis data, dan etika penelitian, jelaskan dengan gambar jika perlu.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif menggunakan desain penelitian deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Dalam penelitian ini yang menjadi target populasi adalah remaja putri kelas X dan XII (MIPA dan IPS) berjumlah 493 orang. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 221 remaja putri sebuah SMA Negeri di Semarang. Cara pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik probability sampling yaitu dengan pendekatan simple random sampling.

Penelitian dilakukan disetiap ruang kelas X dan XI (MIPA dan IPS). Alat pengumpul data penelitian ini menggunakan 3 kuesioner, yaitu terdiri atas demografi responden (A), kuesioner kecenderungan body dysmorphic disorder (B), dan kuesioner stres menggunakan Depression Anxiety Stress Scale (DASS) 42 (C). Kuesioner A berisi data demografi terdiri dari nama responden, kelas, umur,alamat, BB, dan TB.

Kuesioner B berisi gejala-gejala atau kecenderungan body dysmorphic disorder, yang terdiri dari 23 pertanyaan dengan menggunakan skala likert. Hasil uji koefisien validitas item berkisar 0,431 � 0,824 dan nilai reliabilitas skala kecenderungan body dysmorphic disorder sebesar 0,954. Kuesioner C digunakan untuk mengumpulkan data terkait tingkat stres pada remaja putri yang mengalami kecenderungan body dysmorphic disorder menggunakan stress scales dari DASS 42 dengan skala likert yang terdiri 15 pernyataan.

Hasil skor dapat dikategorikan menjadi 5 bagian, yaitu norma (skor 0 -14); ringan/mild (skor 15-18); sedang/moderate (skor 19-25); berat/severe (skor 26-33); dan sangat berat/extremely (skor>34). Instrument ini telah dilakukan pengujian reliabilitas maupun validitas oleh (Damanik, 2011) dan merupakan alat yang telah baku dan dapat digunakan sebagai alat penelitian. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa nilai reliabilitas instrument ini dengan alpha chronbach didapatkan koefisien alpha sebesar 0,9483 (> r table) sehingga dapat dikatakan reliable. Nilai reliabilitas spesifik untuk pengukuran tingkat stres diperoleh koefisien alpha 0,8806 sehingga dikatakan reliable.

Analisis univariat dalam penelitian ini mendeskripsikan masing-masing variabel yaitu kecenderungan body dysmorphic disorder dan tingkat stres. Pada penelitian ini, didapatkan data berdistribusi tidak normal dengan menggunakan uji kenormalan Kolmogorov- Smirnov, oleh karena itu peneliti melakukan uji statistik non parametrik korelasi Rank Spearman untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan diantara variabel kecenderungan BDD terhadap variabel tingkat stres.   Hasil (35% dari total tulisan) Peneliti melakukan penelitian di sebuah SMA negeri yang berada di kota Semarang dan dilaksanakan tanggal 20 - 22 Maret 2019, sampel penelitian ini berjumlah 216 pelajar putri perwakilan dari setiap kelas X dan XI (MIPA dan IPS) pada tahun ajaran 2018/2019.

Seluruh responden tersebut diberikan kuesioner tentang kecenderungan body dysmorphic disorder dan tingkat stress. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan body dysmorphic disorder terhadap tingkat stress pada remaja putri. Tabel 1 Distribusi Usia Remaja Putri (n= 216) Mean Median Minimum Maximum Std. Dev  Usia (tahun) 15.89 16 14 17 0.713   Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 216 responden remaja putri didapatkan rata-rata berumur 16 tahun. Umur paling muda 14 tahun dan paling tua 17 tahun.

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Remaja Putri Berdasarkan Kelas (n= 216) Kelas f Persentase (%)  X MIPA 81 37.5  X IPS 27 12.5  XI MIPA 81 37.5  XI IPS 27 12.5  Total (n) 216 100.0   Tabel 2 menunjukkan bahwa kelas X dan XI untuk jurusan MIPA pada penelitian ini masing-masing berjumlah 81 orang (37,5%), sedangkan untuk kelas X dan XI jurusan IPS masing-masing terdapat 27 orang (12,5%).

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Remaja Putri Berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) (n= 216) Kategori IMT f Persentase (%)  Kurus 13 6.0  Normal 191 88.4  Gemuk 11 5.1  Obesitas 1 .5  Total (n) 216 100.0   Tabel 3 dari segi IMT responden sebagian besar IMT respondennya normal yaitu sebanyak 191 orang (88,4%), tingkatan IMT yang termasuk kategori kurus terdapat 13 orang (6%), sedangkan untuk tingkatan IMT dengan kategori gemuk yaitu sebanyak 11 orang (5,1%), dan yang paling sedikit IMT responden pada kategori obesitas yaitu 1 orang dengan persentase (0,5%). Tabel 4 Distribusi IMT Remaja Putri (n= 216) Mean Median Minimum Maximum Std. Dev  IMT 19.81 19.57 16 31 2.021   Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat IMT dengan responden sebanyak 216 orang didapatkan rata-rata nilai IMT sebesar 19,81.

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Remaja Putri Berdasarkan Kebiasaan Melakukan Perawatan Kecantikan (n= 216) Perawatan Kecantikan f Persentase (%)  Ya 181 83.8  Tidak 35 16.2  Total (n) 216 100.0   Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa responden dari sebagian besar melakukan perawatan kecantikan yaitu sebanyak 181 orang (83,8%), sedangkan yang tidak melakukan perawatan kecantikan terdapat 35 orang (16,2%).

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Remaja Putri Berdasarkan Jenis Perawatan Kecantikan (n= 216) Jenis Perawatan Kecantikan f Persentase (%)  Tidak Ada 37 17.1  Treatment Wajah 96 44.4  Treatment Kulit 15 6.9  Treatment Rambut 12 5.6  Treatment wajah dan kulit 22 10.2  Treatment wajah dan rambut 14 6.5  Treatment wajah, kulit, dan rambut 20 9.3  Total (n) 216 100.0   Tabel 6 menunjukkan sebagian besar jenis perawatan kecantikan yang dilakukan oleh responden ialah treatment wajah yaitu sebesar 96 orang (44,4%), dan yang paling sedikit jenis perawatan kecantikan yang dilakukan ialah treatment rambut yaitu sebesar 12 orang (5,6%), sebagian yang lain yaitu melakukan treatment kulit sebanyak 15 orang (6,9%), treatment wajah dan kulit sebanyak 22 orang (10,2), treatment wajah dan rambut sebanyak 14 orang (6,5%), dan yang melakukan treatment dari wajah-rambut sebanyak 20 orang (9,3%), serta terdapat juga responden yang tidak melakukan jenis perawatan apapun yaitu sebanyak 37 orang (17,1%).

Tabel 7 Distribusi Intensitas Responden Remaja Putri Berdasarkan Frekuensi Perawatan Kecantikan (n= 216) Intensitas Perawatan Kecantikan f Persentase (%)  Tidak Pernah 36 16.7  1x/minggu 79 36.6  2x/minggu 36 16.7  > 3x/minggu 65 30.1  Total (n) 216 100.0   Berdasarkan tabel 7 intensitas perawatan kecantikan yang sebagian besar dilakukan ialah 1x seminggu yaitu sebanyak 79 orang (36,6%), urutan kedua terbanyak ialah perawatan kecantikan yang dilakukan >3x seminggu yaitu sebanyak 65 orang (30,1%), dan perawatan kecantikan yang dilakukan setiap 2x seminggu terdapat 36 orang (16,7%), sedangkan yang tidak pernah atau tidak melakukan rutinitas perawatan kecantikan pada penelitian ini berjumlah 36 orang (16,7%).

Tabel 8 Deskripsi Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder Pada Remaja Putri (n=216) Variabel Mean Median Minimum Maximum SD  Kecenderungan BDD 54,64 54 29 81 7.581   Hasil penelitian diketahui rerata skor kecenderungan BDD adalah sebesar 54,64, dengan nilai median sebesar 54. Nilai terendah yaitu 29 dan nilai tertinggi ialah 81 dan standard deviasi berada pada angka 7,581. Hasil uji normalitas data menggunakan Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai p sebesar 0,018 sehingga didapatkan data berdistribusi tidak normal, maka pengkategorian didasarkan pada nilai median yaitu sebesar 54.

Tabel 9 Distribusi Frekuensi Responden Pelajar Putri Berdasarkan Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder (n= 216) Kecenderungan BDD Frekuensi (n) Persentase (%)  Rendah (< 54) 96 44.4  Tinggi (= 54) 120 55.6  Total (n) 216 100.0   Tabel 9 menunjukkan dari 216 responden terdapat 96 remaja putri (44,4%) dalam kategori kecenderungan BDD rendah (<54), sedangkan 120 remaja putri (55,6%) dalam kategori kecenderungan BDD tinggi (= 54).

Tabel 10 Deskripsi Tingkat Stres Pada Remaja Putri (n=216) Variabel Mean Median Minimum Maximum SD  Tingkat Stres 17,06 17 7 31 4,905   Rata-rata tingkat stress pada penelitian ini ialah sebesar 17,06 dengan nilai median sebesar 17. Skor terendah adalah 7 dan skor tertinggi adalah 31 dan standard deviasi berada pada angka 4,905. Hasil uji normalitas data menggunakan Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai p sebesar 0,004 sehingga didapatkan data berdistribusi tidak normal.

Tabel 11 Distribusi Frekuensi Responden Pelajar Putri Berdasarkan Tingkat Stres (n= 216) Tingkat Stres f Persentase (%)  Normal 65 30.1  Stres Ringan 72 33.3  Stres Sedang 66 30.6  Stres Berat 13 6.0  Total (n) 216 100.0   Tabel 11 di atas menunjukkan dari 216 responden terdapat 65 remaja putri (30,1%) dalam kategori tingkat stres normal, 72 remaja putri (33,3%) dalam kategori tingkat stres ringan, 66 remaja putri (30,6%) dalam kategori tingkat stres sedang, dan 13 remaja putri (6 %) dalam kategori tingkat stres berat.

Tabel 12 Hubungan antara Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder terhadap Tingkat Stres  Kecenderungan BDD Tingkat Stres  Kecenderungan BDD Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) 1 .646** .000  Tingkat Stres Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) .646** .000 1   Spearman�s rho** Riset menunjukkan bahwa hasil dari uji korelasi Spearman�s rho diperoleh nilai p value sebesar 0.000 (p<0.05) yang berarti memiliki hubungan yang bermakna antara kecenderungan body dysmorphic disorder terhadap tingkat stress. Nilai correlation coefficient (r) sebesar 0.646 nilai tersebut berada pada rentang menunjukkan tingkat hubungan yang tinggi/kuat (0,600 - 0,799) yang artinya bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan tinggi, yakni semakin tinggi kecenderungan body dysmorphic disorder maka akan semakin tinggi tingkat stress yang dialami remaja putri.

 Pembahasan (35% dari total tulisan) Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa sebagian besar kecenderungan BDD remaja putri dalam kategori tinggi yaitu 120 remaja putri (55,6%), dan dalam kategori rendah yaitu sebanyak 96 remaja putri (44,4%). Penelitian ini ditemukan beberapa kecenderungan BDD yang umumnya dialami oleh remaja putri yaitu mereka selalu memikirkan penampilan saat bersama orang-orang terdekatnya (keluarga, teman, dan pacar), selalu mengambil foto secara berulang-ulang hingga hasilnya memuaskan, mencoba berbagai macam perawatan wajah atau badan (skin care), merasa bahwa penampilannya kurang menarik setiap kali bercermin, sering menghabiskan waktu lama untuk berhias sebelum bepergian, mengenakan pakaian yang dapat membuat bentuk tubuh terlihat lebih menarik, berulang kali menyentuh kekurangan pada bagian tubuh yang dirasa kurang menarik dan merasa warna kulit yang dimilikinya kurang menarik. Sebagian besar dari wanita sering membandingkan penampilan fisiknya, terutama bentuk tubuh.

Oleh karena itu, mereka memiliki kebiasaan untuk membandingkan bentuk tubuhnya dengan wanita lain yang lebih menarik. Hal ini dibuktikan oleh penelitiannya (Sunartio, Sukamto, & Dianovinina, 2012) yang menyatakan bahwa adanya hubungan positif dan signifikan antara social comparison dengan body dissatisfaction, yang bermakna semakin seringnya kebiasaan membandingkan bentuk tubuh yang dilakukan oleh wanita dewasa awal maka, akan akan semakin tinggi tingkat body dissatisfaction yang dirasakannya.

Munculnya rasa tidak puas terhadap bentuk tubuh atau citra tubuh pada diri seseorang dapat disebabkan dari lingkungan keluarga dan teman sebaya, dimana berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Mukhlis, 2013), penelitiannya menggunakan metode pendekatan dengan pembentukan dinamika kelompok pelatihan yang solid, didapatkan bahwa ada pengaruh yang besar dari lingkungan internal subyek yaitu keluarga terhadap meningkat dan menurunnya rasa tidak puas terhadap citra diri, hal ini mengakibatkan seorang remaja memiliki pemikiran yang negatif dan kurangnya rasa percaya diri.

Dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa adanya pengaruh dari latihan berpikir positif terhadap penurunan tingkat ketidakpuasan terhadap citra tubuh. Penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh (Wiranatha & Supriyadi, 2015), menyatakan bahwa adanya hubungan antara citra tubuh dengan rasa percaya diri pada remaja putri di Kota Denpasar, didapatkan hubungan positif dan sangat signifikan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri remaja putri yaitu searah. Memiliki makna bahwa dengan bertambah positif tingkat citra tubuh, maka semakin tinggi tingkatan dari kepercayaan diri remaja putri, dan apabila citra tubuh negative, maka tingkat percaya diri remaja putri rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Rohmani pada tahun 2019 diperoleh hasil yaitu semakin tinggi body image maka, akan semakin rendah tingkat ansietas pada siswi pengguna media sosial dan apabila semakin rendah body image maka akan semakin tinggi tingkat ansietasnya. Semakin tinggi self esteem seseorang maka semakin turun atau rendah tingkat ansietas siswi pengguna media sosial dan sebaliknya. Akan tetapi, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh (Rohmani, 2018) disimpulkan bahwa body image ialah yang lebih berperan memengaruhi tingkat ansietas pada siswi pengguna media sosial di SMA Negeri 1 Semin dibandingkan dengan self esteem.

Berdasarkan penelitian menunjukkan tingkat stres pada remaja putri ialah dalam kategori stres ringan yaitu sebanyak 72 orang (33,3%). Tingkat stress kategori normal sebanyak 65 orang (30,1%), tingkat stress kategori sedang sebanyak 66 orang (30,6%), dan tingkat stress kategori berat sebanyak 13 orang (6 %). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres yang dialami remaja putri ialah pada kategori stres ringan. Tingkat stress ringan umumnya berlangsung hanya beberapa menit atau jam dan stress ringan ini umumnya tidak disertai gejala.

Tingkat stress ringan memiliki sisi positif, karena dapat memacu seseorang untuk berpikir dan berusaha lebih tangguh dalam menghadapi tantangan hidup (Priyoto, 2014). Ketika seseorang mengalami stres secara emosional, hormon dalam tubuh tidak seimbang, yaitu kadar kortisol naik dan tingkat DHEA turun, sehingga hormon yang mengatasi depresi dan hormon kesenangan tidak dapat dilepaskan oleh tubuh. Oleh karena itu, seseorang yang mengalami stress biasanya mudah marah, diliputi rasa bersalah, kesepian, malu, sedih, dan takut (Taufiqurrohman, 2015).

Secara fisiologis dan psikologis remaja masih berkembang dan belum sempurna dari fase perkembangan anak, sehingga pemenuhan tuntutan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan masa dewasa mengalami sedikit kesulitan (Ahsan & Ilmy, 2018). Kecenderungan body dysmorphic disorder (BDD) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat stress, karena gejala-gejala yang ada dari kecenderungan BDD tersebut dapat menghambat perkembangan psikososial individu, yakni individu tersebut dapat menghindari pertemuan sosial, tempat-tempat yang banyak orangnya.

Akibat dari hal tersebut, dapat menimbulkan depresi, stres dan kecemasan dalam diri seseorang (Philips, 2009). Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh (Lestari, 2017) melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan ke-tiga remaja putri, kemudian didapatkan dampak dari gangguan dismorfik tubuh. Gangguan dismorfik yang terjadi ialah diantaranya sensitif terhadap kritik diri (self critical) terutama berkaitan dengan penampilan, menyalahkan diri (self blame), kemampuan mengontrol diri (helplessness) responden cenderung lemah, individu merasa gagal dan pesimis (hopelessness), dan responden cenderung menghindari lingkungan atau situasi yang menurutnya mengancam (preoculation with danger).

  Simpulan (5% dari total tulisan) Kecenderungan body dysmorphic disorder (BDD) pada remaja putri adalah tingkat kecenderungan BDD tinggi sebanyak 120 orang dengan persentase ( 55,6%). Tingkat stress pada remaja putri dalam kategori stress ringan sebanyak 72 orang (33,3%), tingkat stress kategori normal sebanyak 65 orang (30,1%), tingkat stress kategori sedang sebanyak 66 orang (30,6%), dan tingkat stress kategori berat sebanyak 13 orang (6%).

Terdapat hubungan yang bermakna antara kecenderungan body dysmorphic disorder terhadap tingkat stress pada remaja putri, yang memiliki nilai p value sebesar 0,000 (p<0,05) dengan nilai correlation coefficient sebesar 0,646.   Ucapan Terimakasih Terimakasih kepada pihak sekolah yang telah berkenan mengijinkan peneliti melakukan penelitian dan tidak menyebutkan nama sekolah yang digunakan. Terimakasih kepada para responden yang bersedia membantu berpartisipasi sebagai bagian dari penelitian ini.

  Referensi (hanya menuliskan referensi yang digunakan dalam manuskrip, referensi buku paling lama 10 tahun terakhir, referensi artikel paling lama 5 tahun, gaya penulisan APA style, dibuat secara otomatis menggunakan reference manager misal:Mendeley, EndNote, Zotero, dll) DAFTAR PUSTAKA Ahsan, & Ilmy, A. K. (2018). Hubungan antara pemenuhan tugas perkembangan emosional dengan tingkat stres pada remaja, 4. Enander, J., Ivanov, V. Z., Mataix-Cols, D., Kuja-Halkola, R., Lj�tsson, B., Lundstr�m, S., � R�ck, C. (2018).

Prevalence and heritability of body dysmorphic symptoms in adolescents and young adults: A population-based nationwide twin study. Psychological Medicine, 48(16), 2740�2747. https://doi.org/10.1017/S0033291718000375 Jahja, Y. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=5KRPDwAAQBAJ Lestari, S. (2017). Karakteristik distorsi kognisi pada remaja putri penderita gangguan dismorfik tubuh, 180�189. Mukhlis, A. (2013). Berpikir Positif Pada Ketidakpuasan Terhadap Citra Tubuh (Body Image Dissatisfaction). Psikoislamika, 10. Nourmalita, M. (2016).

Pengaruh Citra Tubuh terhadap Gejala Body Dismorphic Disorder yang Dimediasi Harga Diri pada Remaja Putri, 19�20. Retrieved from mpsi.umm.ac.id/files/file/546- 555 melina.pdf Nurlita, D., & Lisiswanti, R. (2016). Body Dysmorphic Disorder Body Dysmorphic Disorder, 5, 80�85. https://doi.org/10.1192/bjp.169.2.196 Philips, K. A. (2009). Understanding Body Dysmorphic Disorder. New Yorks: Oxford University Press. Priyoto. (2014). Konsep Manajemen Stres. Yogyakarta: Nuha Medika. Rahmania, & Yuniar, I. (2012). �Hubungan Antara Self-Esteem Dengan Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder Pada Remaja Putri.�

Surabaya?: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, 1(2), 110�117. Restu Dwi Prihatina, Melly Latifah, & I. R. J. (2012). Konsep Diri, Kecerdasan Emosional.Pdf, 5, 48�57. Rohmani, A. (2018). Hubungan Antara Body Image dan Self Esteem dengan Tingkat Ansietas Siswi Pengguna Media Sosial di SMA Negeri 1 Semin. Retrieved from http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/58170 Sunartio, L., Sukamto, M. ., & Dianovinina, K. (2012). Social comparison Dan Body Dissatisfaction Pada Wanita Dewasa Awal, IX. Taufiqurrohman. (2015). Berdamai dengan Stres. Pusat Ilmu. Thalib, S. B. (2010). Psikologi_Pendidikan_Berbasis_Analisis_E.

Jakarta: Kencana. Wiranatha, F. D., & Supriyadi. (2015). Hubungan Antara Citra Tubuh Dengan Kepercayaan Diri Pada Remaja Pelajar Puteri Di Kota Denpasar. Psikologi Udayana, 2.   Systematic Review Pendahuluan (10% dari total tulisan) = Mengutip minimal 4 artikel ilmiah (nasional / internasional) yang memiliki DOI (Digital Object Identifier)   Metodologi (15% dari total tulisan) = tuliskan strategi pencarian artikel yang direview, mekanisme pemilihan artikel yang direview.

  Hasil (35% dari total tulisan) = ditulis berdasarkan tema yang dibandingkan   Pembahasan (35% dari total tulisan) = ditulis berdasarkan tema yang dibandingkan   Simpulan (5% dari total tulisan)   Ucapan Terimakasih   Referensi (hanya menuliskan referensi yang digunakan dalam manuskrip, referensi buku paling lama 10 tahun terakhir, referensi artikel paling lama 5 tahun, gaya penulisan APA style, dibuat secara otomatis menggunakan reference manager misal:Mendeley, EndNote, Zotero, dll)   Literature Review Pendahuluan (10% dari total tulisan) = Mengutip minimal 4 artikel ilmiah (nasional / internasional) yang memiliki DOI (Digital Object Identifier)   Metodologi (15% dari total tulisan) = tuliskan strategi pencarian sumber pustaka yang direview, mekanisme pemilihan sumber pustaka yang direview.

  Hasil (35% dari total tulisan) = ditulis berdasarkan tema yang dibandingkan   Pembahasan (35% dari total tulisan) = ditulis berdasarkan tema yang dibandingkan   Simpulan (5% dari total tulisan)   Ucapan Terimakasih   Referensi (hanya menuliskan referensi yang digunakan dalam manuskrip, referensi buku paling lama 10 tahun terakhir, referensi artikel paling lama 5 tahun, gaya penulisan APA style, dibuat secara otomatis menggunakan reference manager misal:Mendeley, EndNote, Zotero, dll)   Studi Kasus Pendahuluan (10% dari total tulisan) = Mengutip minimal 4 artikel ilmiah (nasional / internasional) yang memiliki DOI (Digital Object Identifier)   Metodologi (15% dari total tulisan) = tuliskan desain studi kasus, populasi & sampel, tempat studi kasus, instrumen yang digunakan, pengumpulan data, analisis data, dan etika studi kasus, jelaskan dengan gambar jika perlu.

  Hasil (35% dari total tulisan)   Pembahasan (35% dari total tulisan)   Simpulan (5% dari total tulisan)   Ucapan Terimakasih   Referensi (hanya menuliskan referensi yang digunakan dalam manuskrip, referensi buku paling lama 10 tahun terakhir, referensi artikel paling lama 5 tahun, gaya penulisan APA style, dibuat secara otomatis menggunakan reference manager misal:Mendeley, EndNote, Zotero, dll)