Plagiarism Checker X Originality Report

Plagiarism Quantity: 13% Duplicate

Date Senin, Desember 02, 2019
Words 499 Plagiarized Words / Total 3735 Words
Sources More than 30 Sources Identified.
Remarks Low Plagiarism Detected - Your Document needs Optional Improvement.

Jl. Kedungmundu Raya No. 18 Semarang Gedung NRC Universitas Muhammadiyah Semarang Phone: 02476740287, Fax: 02476740287 Email: [email protected] Research article Efektivitas Konseling Dengan Pendekatan Motivational Interviewing (MI) Terhadap Penderita Depresi Pasca Gempa Di Kabupaten Lombok Utara-Nusa Tenggara Barat Baiq Nurainun Apriani Idris�, Istianah�, Irwan Hadi� ��Dosen Keperawatan Medikal Bedah STIKES YARSI Mataram � Dosen Keperawatan Dasar dan Dasar Keperawatan STIKES YARSI Mataram Article Info Abstract  Article history : Key words : Counseling, Motivational Interviewing, Depression, After Earthquack Background : The earthquake that occurred in Lombok-West Nusa Tenggara, resulted in psychological trauma that was felt in almost all earthquake regions, especially depression syndrome, to reduce the occurrence of post-earthquake Depression, an effective and up-to-date approach is needed.

Motivational interviewing is a non-pharmacological action with counseling therapy to increase the motivation and change ambivalance to avoid or reduce depression of post-earthquake sufferers. Aim : to find out the effectiveness of motivational interviewing on the reduction of depression in post-earthquake patients in North Lombok Regency. Methodology : using a quasi-experimental methodology with pre-post test design, where research is carried out in North Lombok using a purposive sampling technique. Results : The study shows the effectiveness of Motivational Interviewing on the reduction of depression in victims of the post-earthquake intervention group.

Conclussion : Natural disasters that occur such as earthquakes with the resulting impact can cause vulnerability to victimsthat influence of physically and psychologically. Non-pharmacological interventions Motivational Interviewing (MI) in respondents with moderate and severe depression can reduce the level of depression in post-earthquake victims.  Corresponding author : Baiq Nurainun Apriani Idris [email protected] Media Keperawatan Indonesia, e-ISSN: 2615-1669 DOI:10.26714/mki.nomor volume.nomor issue.tahun.page PENDAHULUAN Penyebab terjadinya gangguan kejiwaan dan perilaku bukan hanya dari psikologis penderita namun juga bisa didapatkan melalui keadaan lingkungan yang berbeda seperti terjadinya bencana baik itu bencana alam maupun buatan manusia yang mengakibatkan terjadinya trauma psikologis bagi semua orang yang mengalaminya. yang efeknya dapat menyebabkan kerusakan ekologis dan psikososial yang jauh melebihi kapasitas koping dari masyarakat yang terkena.

Kerusakan akibat gempa bumi tidak hanya mengakibatkan permasalahan fisik, namun juga permasalahan emosional, ekonomi, sosial dan hubungan interpersonal. ((WHO, 2014) Mayoritas orang terkena bencana akan mengalami reaksi yang berbeda dalam mengatasi keadaan kejiwaan yang abnormal namun hal tersebut dapat membentuk mekanisme pertahanan diri sehingga kondisi kejiwaan berangsur-angsur normal kembali, sebaliknya sering kondisi yang terjadi mengakibatkan gangguan kejiwaan yang bersifat akut atau Acute Strees Desorder, Post Traumatic Dissorder dan gangguan jiwa lainya yang berhubungan dengan depresi (Apriani, Hadi, Warongan, & Supriyatna, 2018) Prevalensi gangguan kejiwaan pada masyarakat yang mampu bertahan hidup berkisar antara 0,2% -7,2% dengan depresi mayor 6,4% dan gangguan stres pasca trauma 4,4%.

Kualitas hidup pada masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan (depresi mayor dan gangguan stres pasca trauma) lebih rendah dibandingkan orang yang sehat dan gangguan kejiwaan lainnya. Gangguan kejiwaan pasca gempa dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu penderita dengan gangguan kejiwaan ringan (mild psychological distress) dengan prevalensi 20%-40% dari semua populasi yang terkena bencana, penderita dengan gangguan kejiwaan sedang atau berat (moderate or severe psychological distress) dengan prevalensi 30%-50% dari seluruh populasi yang terkena dan kelompok orang dengan gangguan jiwa (mental disorders), dimana 10% diantara mereka yang menderita gangguan kejiwaan ringan (mild psychological distress) 2-3% akan masuk dalam kelompok orang yang menderita gangguan kejiwaan sedang (moderate psychological distress), sedangkan 20% mereka yang menderita gangguan kejiwaan sedang 30% akan menjadi gangguan kejiwaan berat/severe psychological distress (WHO, 2005). Namun estimasi prevalensi ini tergantung pada jenis bencana dan tingkat paparannya Menurut Killic et al. (2003), akibat bencana dapat mempengaruhi keluarga secara keseluruhan.

Anggota keluarga dapat memperlihatkan gejala-gejala yang mengarah pada traumatis sekunder, hal ini terjadi terutama pada anak-anak. Hasil penelitiannya yaitu apabila orang tua mengalami Post-traumatic Stress Disorder (PTSD) setelah terjadi gempa bumi akan berpengaruh terhadap kondisi kejiwaan anaknya. Anak akan melihat ekspresi ketakutan dan trauma pada orang tua dan akan berdampak kehilangan orang yang kuat untuk mereka bergantung. Anak perempuan lebih rentan terkena PTSD dibanding laki-laki, namun tidak ada perbedaan pada kasus depresi dan anxietas. Pada orang dewasa terdapaat perbedaan PTSD perempuan (44,1%) dibanding laki-laki (34,5%), namun perbedaan ini tidak signifikan.

Sebuah penelitian di kota Zhengbei, China didesa berbeda, bencana gempa bumi berhubungan dengan kualitas hidup masyarakat yang selamat pasca gempa bumi dan ada hubungan yang signifikan terhadap gangguan kejiwaan terutama depresi, somatisasi dan anxietas (wang et al., 2000), hal ini sejalan dengan kejadian gempa bumi lombok yang secara tidak langsung mengubah kualitas hidup masyarakatnya. Adanya gangguan kejiwaan dan perilaku akan mempengaruhi kualitas kejiwaan hidup dari seseorang yang mengalami bencana dan gangguan kejiwaan. Kejadian bencana alam ini meningkatkan kesadaran akan terganggunya kualitas seseorang yang mengalami depresi pasca gempa.

Kualitas hidup masyarakat yang menderita depresi mayor dan PTSD lebih rendah dibandingkan orang yang sehat dan gangguan kejiwaan lainnya. Pada perempuan semua golongan umur, masalah ekonomi, trauma fisik, aktifitas sosial yang kurang, depresi mayor dan PTSD mempunyai kualitas hidup yang sangat buruk (Wu et al., 2006). Gempa bumi yang melanda D.I. Yogyakarta yang paling parah mengalami kerusakan adalah daerah Berbah Kecamatan Kalasan dan Kecamatan Prambanan, dengan kunjungan kesehatan jiwa masih jauh dari target namun kasus gangguan mental dan perilaku selama dua tahun meningkat dari 8.612 kasus (2005) menjadi 11.198 dengan prevalensi 9,68% pada akhir oktober 12,44%, sehingga gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta memberikan pengalaman yang berharga bagi kualitas hidup masyarakat yang diakibatkan bencana gempa bumi yang dihubungkan dengan gangguan kejiwaan (depresi).

(Wang, 2010) Gempa lombok nusa tenggara barat terjadi pada hari minggu 29 juli 2018 pukul 05.47 waktu indonesia tengah dengan kekuatan 6,4 Scala richter, gempa susulan berkekuatan 7 scala richter kemudian gempa dengan kekuatan 6,2 SR dan 6,5SR dengan kedalaman 12 Km, data korban ddapatkan560 meninggal dunia, 2821 luka berat/rawat inap, 39.779 luka ringan dan 396.329 mengungsi. Kelompok rentan terdiri dari 59.603 ibu hamil, 72.582 bayi, 213.724 balita dan 31.724 lansia. Pengendalian emosi terhadap penerimaan suatu bencana perlu menggunakan pendekatan terbaru yang efektif. Pendekatan ini membantu korban atau penderita dalam meningkatkan kualitas hidupnya salah satu pendekatan yang perlu dilakukan adalah dengan konseling dengan pendekatan Motivational Interviewing (MI) sebagai intervensi non-farmakologi yang berpusat pada pasien merupakan strategi perubahan perilaku dalam meningkatkan persepsi pasien tentang pentingnya perubahan perilaku.

Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa Motivational Interviewing efektif menurunkan depresi dengan meningkatkan kualitas hidup penderita. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektivitas Konseling Dengan Pendekatan Motivational Interviewing (MI) Terhadap Penderita Depresi pada Pasien trauma pasca gempa di Kabupaten Lombok Utara TINJAUAN PUSTAKA Menurut Prochaska dan DiClemente (1982), Motivational Interviewing (MI) berasal dari pengembangan terapi Transtheoretical dimana teori ini menjelaskan perubahan perilaku sebagai suatu proses yang mengasumsikan bahwa perubahan akan mengalami fluktuasi yang normal pada ambivalensi, pengakuan masalah, dan kemauan untuk mengambil tindakan dan bahwa kebanyakan orang akan kambuh dan kembali pada perilaku sebelumnya.

Motivational Interviewing (MI) merupakan model yang relevan dengan upaya untuk memfasilitasi perubahan perilaku karena orientasi klinis untuk memahami tingkat kesiapan pasien melalui tahapan perubahan, sehingga mengurangi resistensi. Motivational Interviewing yaitu konseling terarah dan berbasis pasien dengan tujuan memperbaiki perilaku dan membantu pasien mengeksplorasi dan mengatasi ambivalensi (Mullins, W.R., &Tonigan, 2004) Motivational Interviewing merupakan Collaborative Person-Centered Form Of Guiding untuk menimbulkan dan memperkuat motivasi pasien uuntuk berubah. Motivational Interviewing merupakan bentuk Evidence-Based Style Of Partnering pada pasien dengan keunggulan memberikan nasehat (Rollnick, S., Miller, W.R., & Butler, 2012).

Secara khusus, Motivational Interviewing menekankan pentingnya memahami perspektif dan prioritas unik setiap data pasien dalam mengembangkan rencana pengobatan. Konsisten dengan pendekatan berpusat pada pasien dan perubahan motivasi pasien dalam kesiapan untuk mengubah sifat statis, melainkan dinamis yang bias dipengaruhi oleh interkasi antara praktisi dengan pasien. Pada intinya Motivational Interviewing merupakan percakapan antara dua orang yang berusaha untuk memperoleh motivasi intrinsik dalam diri seseorang sehingga dibutuhkan gaya membimbing atau Guiding Style dalam menerapkan Motivational Interviewing. Dalam membimbing harus melakukan pendekatan yang terbaik sehingga membuat rekomendasi tertentu untuk orang lain mengikuti, peduli dan bekerja bersama-sama dalam perubahan perilaku, dalam tahapan membimbing mencakup mendengarkan keinginan seseorang untuk membuat lebih fokus dan mendiskusikan cara melatih kemampuan sosial yang dapat membantu dalam perubahan perilaku. Dalam Motivational Interviewing, percakapan dapat berupa perubahan bicara dan mempertahankan bicara.

Perubahan Bicara yang terjadi menunjukkan pasien memiliki keputusan untuk mengubah perilaku atau tidak melakukannya, tercermin dari bahasa komitmen yang dilakukan dari pendekatan. Adapun perubahan bahasa yang dimaksud antara lain keinginan kemampuan, alasan, kebutuhan, komitmen dan aktivasi. Keinginan merupakan pernyataan yang mencerminkan keinginan untuk mengubah perilaku kearah tertentu. Kemampuan merupakan pernyataan yang menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki keyakinan mereka untuk melaksanankan perubahan perilaku. Sedangkan alasan adalah pernyataan seseorang membuat alasan untuk mengubah perilaku. Kebutuhan yaitu pernyataan seseorang yang mencerminkan kebutuhan untuk mengubah perilaku.

Komitmen adalah bahasa komitmen biasanya paling kuat terkait dengan perubahan perilaku dan tercermin dalam pernyataan apapun uang mengindikasikan tekad untuk mengubah perilaku, dan aktivasi dengan menunjukkan gerakan ke arah mengubah perilaku tapi hanya sebatas bahasa komitmen, artinya menunjukkan bahwa pasien akan mengambil tindakan ke arah yang diinginkan namun mencerminkan keputusan untuk mengubah perilaku tertentu kearah perubahan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Quassy Experimental dengan rancangan Pre-Post Test Control Group Design Karena penelitian ingin mengetahui efektivitas konseling dengan pendekatan Motivational Interviewing terhadap depresi pasca gempa sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Populasi pada penelitian ini adalah Penderita Gempa kabupaten Lombok Utara. Sampel yang digunakan sebanyak 50 responden dengan pengumpulan sampel purposive sampling technique.

Kelompok intervensi maupun kelompok kontrol terdiri dari 25 responden dimana kelompok intervensi diberi intervensi berupa konseling dengan pendekatan motivational interviewing dan kelompok kontrol diberi penyuluhan dan pemberian leaflet. Instrument dalam penelitian ini menggunakan kuessioner Hamilton Depression Rating Scale (HAM-D), kuessioner ini terdiri dari 17 pertanyaan dengan skoring 10-13 depresi ringan, 14-17 depresi sedang, > 17 depresi berat. Lama penelitian ini adalah 2 bulan, peneliti menghitung waktu yang dibutuhkan untuk melakukan intervensi dengan jumlah responden. Langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah membagi responden menjadi 2 kelompok, kemudian melakukan screening depresi menggunakan HAM-D kuessioner.

Setelah menentukan sampel, melakukan intervensi pada kelompok intervensi berupa konseling dengan pendekatan Motivational Interviewing selama 3 hari dengan lama waktu kunjungan minimal 30 menit, dan melakukan posttest pada hari ke-7. Pada kelompok kontrol akan diberikan penyuluhan dan pemberian leaflet terkait pencegahan terjadinya depresi pasca gempa pada hari pertama dan melakukan posttest pada hari ke-7. Data yang diperoleh kemudian diolah baik uni variat, bivariat dan multivariat. Pada uji bivariat menggunakan t-test. Sebelum uji t-test dilakukan uji normalitas dan homogenitas dengan Shapiro Wilk. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Penelitian Efektivitas Konseling Dengan Pendekatan Motivational Interviewing (MI) Terhadap Penderita Depresi pada Pasien trauma pasca gempa di Kabupaten Lombok Utara Tahun 2019 Pendidikan Jumlah responden %  Tidak sekolah 3 6  SD 11 22  SMP 13 26  SMA/SMK 23 46  S1 0 0  Total 50 100  Data Primer : Hasil Penelitian 2019 Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa karekteristik responden dengan pendidikan tertinggi adalah SMA/SMK. Sebanyak 23 orang (46%), SMP sebanyak 13 orang (26%), SD sebanyak 11 orang (22%) dan Tidak Sekolah sebanyak 3 orang (6%). Tabel 2.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Rentang Usia Pada Penelitian Efektivitas Konseling Dengan Pendekatan Motivational Interviewing (MI) Terhadap Penderita Depresi pada Pasien trauma pasca gempa di Kabupaten Lombok Utara Tahun 2019 Usia Jumlah Responden %  <30 5 10  31-40 10 20  41-50 10 20  51-60 21 42  >60 4 8  Total 50 100  Data Primer : Hasil Penelitian 2019 Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa karekteristik responden berdasarkan usia adalah paling banyak rentang usia 51-60 tahun dengan jumlah responden 21 orang (42%) dan responden dengan usia > 60 tahun dengan jumlah responden paling sedikit yakni 4 orang (8%). Tabel 2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Penelitian Efektivitas Konseling Dengan Pendekatan Motivational Interviewing (MI) Terhadap Penderita Depresi pada Pasien trauma pasca gempa di Kabupaten Lombok Utara Tahun 2019 Jenis Kelamin Jumlah Responden %  Laki-laki 23 46  Perempuan 27 54  Total 50 100   Data Primer : Hasil Penelitian 2019 Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa karekteristik responden berdasarkan jenis kelamin tertinggi adalah jenis kelamin perempuan sebanyak 27 orang (54%) dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 23 orang (46%). Tabel 2.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Pada Penelitian Efektivitas Konseling Dengan Pendekatan Motivational Interviewing (MI) Terhadap Penderita Depresi pada Pasien trauma pasca gempa di Kabupaten Lombok Utara Tahun 2019 Jenis Pekerjaan Jumlah Responden %  IRT 16 32  Petani/buruh 9 18  Karyawan swasta 19 38  PNS 5 10  Pelajar/Mahasiswa 1 2  Total 25 100  Data Primer : Hasil Penelitian 2019 Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa karekteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan adalah ibu rumah tangga sebanyak 16 orang (32%), Petani / buruh sebanyak 9 orang (18%), Karyawan Swasta sebanyak 19 orang (38%), Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 5 orang (10%) dan pelajar/mahasiswa sebanyak 1 orang (2%). Tabel 2.5 Hasil Pretest Depresi menggunakan HAM-D pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Pada Penderita Depresi pada Pasien trauma pasca gempa di Kabupaten Lombok Utara Tahun 2019 Kelompok Tingkat Depresi Total   Berat Sedang Ringan   Intervensi 4 21 0 25  Kontrol 2 13 10 25  Total 6 35 9 50  Data Primer : Hasil Penelitian 2019 Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa Depresi Berat pada kelompok Intervensi sebanyak 4 orang (16%) dan Depresi Sedang sebanyak 21 orang (74%) sedangkan Depresi Berat pada kelompok control sebanyak 2 orang (8%), Depresi sedang sebanyak 14 orang (56%) dan Depresi Ringan sebanyak 9 orang (36%). Tabel 2.6

Hasil Posttest Depresi menggunakan HAM-D pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Pada Penderita Depresi pada Pasien trauma pasca gempa di Kabupaten Lombok Utara Tahun 2019 Kelompok Tingkat Depresi Total   Berat Sedang Ringan   Intervensi 4 9 12 25  Kontrol 2 17 6 25  Total 6 35 9 50  Data Primer : Hasil Penelitian 2019 Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa hasil posttest Depresi Berat pada kelompok Intervensi sebanyak 4 orang (16%), Depresi Sedang sebanyak 9 orang (36%) dan Depresi ringan sebanyak 12 orang (48%), Sedangkan depresi berat pada kelompok kontrol sebanyak 2 orang (8%), Depresi sedang sebanyak 17 orang (68%) dan Depresi Ringan sebanyak 6 orang (24%). Tabel 2.7 Hasil Analisis Efektifitas Motivational Interviewing (MI) Terhadap Penurunan Depresi Pasca Gempa Pada Kelompok Intervensi Di Kabupaten Lombok Utara Tahun 2019 N Mean + SD.

Corelation Sig  Motivational Intervewing terhadap penurunan depresi pasca gempa 25 0.480 0.510 0.786 0.000   Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa rata-rata mean sebesar 0.480, standart deviasi sebesar 0.510 dan koefisien corelasi sebesar 0.786 dengan nilai p value=0.000. dari data tersebut didapatkan p value kurang dari 0.05 sehingga didapatkan hasil bahwa h1 diterima dan h0 ditolak. PEMBAHASAN Karekeristik Responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan. Berdasarkan tabel karakteristik responden berdasarkan rentang usia, paling banyak terdapat pada rentang usia 31-40 tahun, Jenis kelamin terbanyak adalah perempuan dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA/SMK.

Berdasarkan hasil tersebut didapatkan bahwa Bencana gempa yang terjadi merata diseluruh Lombok utara yang merusak tatanan fasilitas pemerintahan seperti bangunan sekolah, masjid, kantor-kantor adminstrasi sipil dan perumahan warga membuat beberapa responden mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis. Perubahan psikologis dan fisik yang terjadi pada respoden dapat mempengaruhi kemampuan masyarakat yang dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Usia responden yang mempunyai rata-rata usia produktif akan berbeda penerimaan dampak bencana dibandingkan dengan usia diatas 50 tahun, penerimaan bencana dianggap sebagai ujian dari Tuhan dan tidak bisa mengelak dari ujian yang diberikan. Beda halnya dengan responden dengan usia produktif, bencana dianggap suatu kemarahan Tuhan karena kelakukan manusia, dikaitkan dengan perilaku negatif dan kejadian mistis.

Begitu juga tingkat pendidikan yang berbeda akan membuat penerimaan kejadian juga akan berbeda terlebih lagi jenis kelamin yang mayoritas perempuan sehingga mempunyai penerimaan dan pola pikir yang berbeda terhadap bencana yang dihadapi, mulai dari kehilangan keluarga, kehilangan pekerjaan atau mata pencaharian, kehilangan motivasi dan kesepian, pemikiran akan masa depan seperti kemiskinan, konflik, kurangnya kesadaran diri/apatis dan kurang percaya diri. (Dwidiyanti, Hadi, Wiguna, & Ningsih, 2018)Hal inilah yang nantinya memicu terjadinya gangguan mental. Hal tersebut ditunjang dengan hasil penelitian Hendri Irawan (2013) yang menyatakan bahwa prevalensi depresi bagi lanjut usia dengan jenis kelamin perempuan lebih besar daripada laki-laki dengan nilai 1,4% sedangkan laki-laki hanya 0,4% .

Seiring bertambahnya usia, penuaan tidak dapat dihindarkan dan terjadi perubahan keadaan fisik, selain itu para lansia mulai kehilangan pekerjaan, kehilangan tujuan hidup, kehilangan teman, resiko terkena penyakit, terisolasi dari lingkungan dan kesepian. Dengan kejadian bencana ini mengurangi kegiatan yang biasa dilakukan dan hal inilah yang memicu terjadinya gangguan mental. Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang kerap hadir pada usia lanjut akibat proses penuaan. Depresi menurut world health organization (WHO) merupakan suatu gangguan mental yang ditandai dengan mood tertekan, kehilangan kesenangan atau minat, perasaan bersalah atau harga diri rendah, gangguan makan atau tidur, kurang energi dan konsentrasi yang rendah. Masalah ini dapat akut dan kronik serta menyebabkan gangguan kemampuan individu untuk beraktivitas sehari-hari.

Oleh karena itu lansia perlu mendapat perhatian dan dukungan dari lingkungan dan keluarga agar dapat mengatasi perubahan yang terjadi, selain perubahan keadaan fisik dan keadaan mental yang makin rentan. Pengetahuan gejala dan deteksi gangguan perlu diketahui oleh keluarga, masyarakat, praktisi kesehatan dan penderita. Menurut Hendry Irawan dalam jurnal Gangguan Depresi Pada Lanjut Usia menyatakan bahwa prevalensi depresi bagi lanjut usia dengan jenis kelamin perempuan lebih besar dari pada laki-laki dengan nilai 1,4% sedangkan laki-laki hanya 0,4%. Beberapa kondisi lingkungan juga berkaitan dengan tingkat depresi lebih besar, orang yang tinggal di kota dua kali lebih depresi dibanding di desa, namun kenyataannya adalah dampak gempa yang merata dari desa dan kota membuat peningkatan depresi pada seluruh lapisan usia produktif. P(Rollnick, S., Miller, W.R., & Butler, 2012)ada tabel, dapat dilihat bahwa proporsi perempuan (54%) lebih banyak dibanding laki-laki (46%) dan didominasi kelompok usia produktif (51-60 tahun) sebesar 42%.

Sebagian besar responden bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 16 orang (32%), Petani / buruh sebanyak 9 orang (18%), Karyawan Swasta sebanyak 19 orang (38%), Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 5 orang (10%) dan pelajar/mahasiswa sebanyak 1 orang (2%) Efektifitas Motivational Intervewing terhadap Penurunan Depresi Pasca Gempa. Dari uraian tabel hasil screening tingkat depresi didapatkan hasil berdasarkan HAM-D kuessioner paling banyak adalah depresi sedang 21 responden (84%) dan depresi berat 4 responden (16%) pada kelompok intervensi. Hasil yang ditemukan dalam jurnal Meidiana Dwidiyanti, dkk.

Saat terjadi gempa di Lombok yang utama dalah masalah dampak gempa, berulangnya gempa dengan jangka waktu yang berdekatan serta diikuti ras a cemas, khawatir, panik, gelisah, refleks saat mendengar suara atau saat malam tiba sehingga sulit untuk melupakan kejadian gempa. Beberapa kali dalam akhir bulan Juli-Agustus Lombok diguncang gempa bumi dengan skala 4-7 Scala Richter, yang diikuti gempa hampir ditiap harinya walau dengan scala kecil. Hal ini menyebabkan terulang kembali ketakutan korban gempa akan gempa sebelumnya yang dampaknya merubuhkan bangunan dan fasilitas umum di daerah Kabupaten Lombok Utara. (Akbar & Afiatin, 2009) Lokasi penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas tanjung, wilayah kerja puskesmas tanjung dipilih berdasarkan hasil temuan korban depresi yang lebih merata disetiap wilayah tanjung dibandingkan wilayah yang lainnya, di wilayah tanjung ditemukan kasus Post Trauma Syndrome Depression (PTSD) lebih banyak dibanding wilayah lain, hal ini dikarenakan beberapa alasan terkait dengan ekonomi warga yang belum bisa bangkit dari dampak gempa, pemerataan penerimaan rekening pembuatan bangunan rumah sementara yang terlambat dibagikan oleh aparatur desa dan kondisi permasalahan keluarga. (Apriani et al.,

2018) Penelitian mengenai isu mental yang dialami pada korban gempa bumi lebih banyak ditemukan pada responden perempuan dibanding responden laki-laki. Depresi pada perempuan beresiko 2 kali lipat dari pada laki-laki. Depresi pada perempuan terjadi lebih awal, lebih lama dan memungkinkan untuk kambuh dibandingkan degan laki-laki. Cheng, 2014 menyatakan bahwa perempuan memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami ansietas akibat trauma, walaupun dalam beberapa penelitian menyebutkan bahwa perempuan bukanlah faktor resiko untuk peningkatan gangguan jiwa akibat trauma. Perempuan lebih banyak memikirkan tentang dampak bencana dan memiliki ikatan batin serta emosi yang dalam terhadap keluarga dibanding dengan laki-laki ((Naeem et al., 2011).

Rata-rata responden berpendidikan rendah dengan kondisi tidak bekerja pasca gempa menjadi faktor resiko stress, gangguan kesehatan jiwa akibat rendahnya pengetahuan mengenai manajemen pasca gempa, trauma healing dan lemahnya kondisi ekonomi korban (Brewin CR, Andrews B, 2000; Dwidiyanti et al., 2018) Dari kesimpulan penelitian sebelumnya, bencana alam gempa bumi yang dialami oleh masyarakat wilayah Lombok, Nusa Tenggara Barat tidak hanya berdampak pada kondisi fisik dan lingkungan namun berdampak pada kondisi psikologis korban gempa seperti adanya gejala neurosis, gejala psikotik dan PTSD. (Mutianingsih, 2019) SIMPULAN Bencana alam yang terjadi seperti gempa bumi dengan dampak yang yang dtimbulkan dapat mengakibatkan kerentanan pada korban.

Kerentanan ini mempengaruhi kemampuan masyarakat terdampak baik secara fisik maupun psikologis. Dampak yang terlihat pada korban pasca gempa di wilayah kerja puskesmas Tanjung secara fisik seperti luka dan fraktur, tampak gejala neurosis hingga gejala Post Trauma Syndrome Depression (PTSD). Intervensi non-farmakologis Motivational Interviewing (MI) pada responden dengan depresi sedang dan berat dapat menurunkan tingkat depresi korban pasca gempa. Saran untuk peneliti selanjutnya, meneliti dengan jumlah sampel yang lebih banyak dengan kasus yang lebih kompleks dengan metodelogi yang terbarukan.(Rollnick, S., Miller, W.R.,

& Butler, 2012) UCAPAN TERIMAKASIH Tim peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Kemenristekdikti, STIKES YARSI Mataram , Dikes Lombok Barat, para asisten peneliti dari seluruh puskesmas di Kabupaten Lombok Utara, terutama Puskesmas Tanjung dalam penyelesaian penelitian ini. REFERENSI (WHO, W. H. O. (2014). Global status report on noncommunicable desease. Akbar, Z., & Afiatin, T. (2009). Pelatihan Manajemen Emosi Sebagai Program Pemulihan Depresi Pada Remaja Korban Gempa Bumi. Jurnal Intervensi Psikologi, 1(1). Apriani, B. N., Hadi, I., Warongan, A. W., & Supriyatna, N. (2018). Efektivitas Konseling dengan Pendekatan Motivational Interviewing Terhadap Penurunan Depresi pada Pasien Post Stroke Depression. Holistic Nursing and Health Science, 1(2), 55�67. Brewin CR, Andrews B, V. J. (2000). Meta-analysis of risk factors for posttraumatic stress disorder in trauma-exposed adults. Journal of Consulting and.

Journal of Consulting and Clinical Psychology, 68, 748. Dwidiyanti, M., Hadi, I., Wiguna, R. I., & Ningsih, H. E. W. (2018). Gambaran Risiko Gangguan Jiwa pada Korban Bencana Alam Gempa di Lombok Nusa Tenggara Barat. Holistic Nursing and Health Science, 1(2), 82�91. Mullins, W.R., &Tonigan, J. (2004). Assessing drinker�s motivation for change?: The Stages Of Change Readiness And Treatment Eagerness Scale (SCORATES). Psychology of AddictiveBehaviours, 10. Mutianingsih, M. (2019). Dampak Psikologis Gempa Bumi terhadap Kelompok Rentan: Lansia. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 15(1), 18�23. Naeem, F., Ayub, M., Masood, K., Gul, H., Khalid, M., Farrukh, A., � Chaudhry, H. R. (2011). Prevalence and psychosocial risk factors of PTSD: 18 months after Kashmir earthquake in Pakistan. Journal of Affective Disorders, 130(1�2), 268�274. Rollnick, S., Miller, W.R., & Butler, C. . (2012).

Motivational interviewing in health care?: Helping Patients Change Behavior. New York, London?: The Guilford Press. Wang, C. . (2010). Advances in Stroke Care and Research in 2010. Clinical and Ecperiment Pharmacology and Phisiology. 38, 562-569.