Plagiarism Checker X Originality Report

Plagiarism Quantity: 3% Duplicate

Date Senin, Mei 04, 2020
Words 62 Plagiarized Words / Total 1896 Words
Sources More than 6 Sources Identified.
Remarks Low Plagiarism Detected - Your Document needs Optional Improvement.

. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG Penurunan Harga Diri Rendah dengan menggunakan Penerapan Terapi Okupasi ( Berkebun ) YAIN ROKHIMMAH G3A018087 PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2019 Penurunan Harga Diri Rendah dengan menggunakan Penerapan Terapi Okupasi ( Berkebun ) Yain Rokhimmah 1, Desi Ariyana Rahayu2 1 RSJS Dr. Amino Gondohutomo Kota Semarang, Universitas Muhammadiyah Semarang 2 Program Studi Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Semarang Email: [email protected] Abstract Background: Low self-esteem is an assessment of self-achievement by analyzing how far the behavior is in accordance with the ideal self.

Feelings of worthlessness, insignificance and prolonged inferiority due to negative evaluations of oneself and abilities. It makes the patients with low self-esteem hard to communicate with others. One alternative to increasing low self-esteem is gardening in occupational therapy. Objective: To improve the independence in patients with low self-esteem with occupational therapy in patients with low self-esteem. Method: This final report used a descriptive method with a case study approach in 2 patients with low self-esteem. Data obtained through observation sheets the ability of patients to do gardening. Results: After occupational therapy, there was a decrease in low self-esteem with P1 73% of 8 scores, and P2 91% with 10 scores. Conclusion: Occupational therapy ( gardening ) can reduce the level of low self-esteem inmental disorders as well.

Keywords: Low self-esteem, gardening in occupational therapy, mental hospital. PENDAHULUAN Harga diri rendah adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri (Fajariyah, 2012). Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia sekitar 50% dari penduduk yang berusia lebih dari 14 tahun dan tiga perempat pada usia 24 tahun pernah memiliki masalah kejiwaan dan penyalahgunaan zat dalam rentang hidupnya. perkirakan sekitar 24 juta jiwa penduduk dunia mengalami gangguan Skizofrenia Sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa untuk saat ini dan 25% penduduk bahkan diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya.

Biasanya terjadi pada dewasa muda diantaranya pada usia 18-21 tahun (Rachmaningtys, 2013) Salah satu gejala negative dari skizofrenia adalah perubahan perubahan perilaku individu yang mana selalu menilai diri dan orang lain secara negative, atau menilai rendah terhadap kemampuan yang dimilikinya yang disebut harga diri rendah. Harga diri rendah adalah penilaian negatif terhadap diri dan dihubungkan dengan perasaan lemah, tidak berdaya, putus asa, ketakutan, rentan, rapuh, tidak berharga (Stuart, 2013) Berdasarkan hasil pencatatan jumlah penderita yang mengalami gangguan jiwa RSJD Dr. Aminogondhoutomo adalah Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementrian Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jendral Pelayanan Kesehatan Kementrian Kesehatan.

Berdasaran hasil pencatatan jumlah penderita yang mengalami gangguan jiiwa di RSJD Amino Gondhoutomo Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2018-2019 adalah sebanyak 2557 orang diantaranya terdapat penderita harga diri rendah 576 orang. Dari kondisi diatas menggambarkan prevelensi masalah kesehatan jiwa baik gangguanjiwa ringan sampai berat cukup tinggi dan membutuhkan penanganan yang serius serta kesinambungan. Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertenu. Terapi okupasi berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih dapat di gunakan pada seseorang, pemeliharaan atau peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, dan tidang tergantung pada pertolongan orang lain (Purwanto, 2009) .

Tindakan keperawatan spesialis yang dibutuhkan pada klien dengan harga diri rendah adalah terapi kognitif, terapi interpersonal, terapi tingkah laku, dan terapi keluarga (Kaplan dan Sadock, 2010) . Pemberian terapi okupasi dapat membantu klien mengembangkan mekanisme koping dalam memecahkan masalah terkait masa lalu yang tidak menyenangkan. Klien dilatih untuk mengidentifikasi kemamampan yang masih dapat digunakan yang dapat meningkatkan harga dirinya sehingga tidak akan mengalami hambatan dalam berhubungan sosial. Menurut hasil riset penelitian (Astriyana, 2019) pasien harga diri rendah pada P1 sebesar 3 skor dan P2 sebesar 4 skor dan didaptkan peningkatan pada P2.

Menurut penelitian (khoirah umah, 2012) setelah dilakukan terapi okupasi : training ketrampilanmemiliki pengaruh yang segnifikan terhadap tingkat depresi (P : 0,000), Menurut penelitian (Wakhid et al., 2013) rata-rata respon secara keseluruhan pada harga diri rendah sebelum diberikan terapi yaitu 60,92 dan sesudah diberikan 40,17. Rumusan masalah dalam karya ilmiah akhir ners ini adalah �Penerapan Terapi Okupasi (berkebun) untuk meningkatkan harga diri rendah di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah . Penerapan ini bertujuan: mengaplikasikan terapi okupasi pada pasien harga diri rendah, mendiskripsikan kemampuan melakukan aktivitas (berkebun) pada pasien harga diri rendah sebelum dan sesudah diberikan terapi okupasi di RSJD Dr.

Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. METODE Jenis penerapan menggunakan metode deskriptif analitis. Metode deskriptif analitis Penelitian ini ditunjukan untuk menggambarkan bagaimana peneraan okupasi berkebun dapat meningkatkan harga diri pada harga diri rendah. Subyek yang digunakan dalam studi ini adalah 2 pasien dengan konsep harga diri rendah: Harga diri rendah di RSJD Dr. Amino Gondohutomo.Instrumen yang digunakan dalam studi kasus ini menggunakan format pengkajian menggunakan instrumen untuk mengetahui kemampuan pasien sebelum dan sesudah diberikan terapi okupasi berkebun.Studi kasus ini telah dilaksanakan di RSJD Dr.

Aminogondohutomo Kota Semarang tanggal 12-16 Agustus 2019. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengkajian melakukan Terapi Okupasi (Berkebun) pada Pasien Harga diri Rendah di RSJD Dr. Aminogondohutomo Kota Semarang pada tanggal 16 Agustus 2019 Tabel 1 Kasus 1 Sdr A 20 tahun No Aspek yang dinilai Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3  1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Memilih bibit cabai Menyiapkan polybag Menyiapkan media tanam Campur tanah Kompos Sekam padi Arang sekam Memindahan bibit cabai ke polybag Merapihkan bibit cabai Memberikan tiang ajir Menyiram tanaman cabai Membersihkan area sekitar tanaman Jumlah 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 4 35% Krg baik 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 6 55% baik 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 8 73% Sangat baik   Berdasarkan tabel 1 diatas, diketahui bahwa terjadi peningkatan kemampuan P1 dalam melakukan terapi okupasi berkebun menanam cabai di polybag dari 35% yaitu kategori kurang baikmenjadi 73 % yaitu kategori sangat baik.

Kasus 2 Ny S 31 tahun No Aspek yang dinilai Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3  1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Memilih bibit cabai Menyiapkan polybag Menyiapkan media tanam Campur tanah Kompos Sekam padi Arang sekam Memindahan bibit cabai ke polybag Merapihkan bibit cabai Memberikan tiang ajir Menyiram tanaman cabai Membersihkan area sekitar tanaman Jumlah 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 4 35% Krg baik 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 7 64% baik 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 91% Sangat baik   Berdasarkan tabel 2 diatas, diketahui bahwa terjadi peningkatan kemampuan P2 dalam melakukan terapi okupasi berkebun menanam cabai di polybag dari 35% yaitu kategori kurang baikmenjadi 91 % yaitu kategori sangat baik.Berdasarkan hasil ilmplementasi yang telah dilakukan selama 3 kali pertemuan, diperoleh perbedaan hasil hasil pada pasrtisipan 1 (P1) dan partisipan 2 (P2) menunjukan bahwa tanda dan gejala harga diri rendah kronik setelah dilakukan terapi okupasi berkebun menanam cabai di polybag kedua partisipan mengalami penurunan. Dari hasil akhir ditemukan jumlah P1 (73 %) dibandingkan P2( 91%). Dengan demikin disimpulkan P2 mengalami penurunan lebih banyak dibandingkan P1.Berdasarkan data tersebut, P2 yang memiliki selisih skor lebih banyak dibandingkan P1, karena P2 adalah berstatus sudah menikah P2 lebih percaya diri dalam mellakukan terapi okupasi berkebun.

Sedangkan P1 yang memiliki selisih skor lebih kecil dibandingkan P2 karena usianya lebih muda, kurang dukungan dari keluarga, belum menikah, tidak pernah mengikuti kegiatan apapun dimasyarakat dan tidak percaya diri. Menurut penelitian (Sholihah, 2011) hasil test nilai p yaitu 0,02 lebih kecil dari pada 0,05. Menurut penelitian (Mamnu�ah, 2013) Penurunan tanda dan gejala Harga Diri Rendah juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan, usia, lama sakit, dan lama pengobatan. Menurutnya responden yang pendidikannya tinggi bisa dikatakan harga diri responden tersebut lebih baik. Menurut Soetjiningsih (2010), Harga diri rendah seseorang dapat menurun karena dipengaruhi oleh status bekerja. Seseorang dipengaruhi oleh status bekerja. Seseorang yang bekerja, harga dirinya lebih bagus dibandingakan seseorang yang tidak bekerja. Karena seseorang yang bekerja merasa memiliki keahlian maupun kemampuan yang bermanfaat untuk orang lain.

Dapat disimpulkan bahwa penurunan tanda dan gejala harga diri rendah kronik dipengaruhi oleh status perkawinan, dukungan sosial, pendidikan, usia, lama sakit, lama pengobatan dan status bekerja. Hasil penelitian kemampuan melakukan terapi okupasi berkebun menanam cabai di polybag sebelum dan sesudah diberikan asuhan keperawatan pada P1 dan P2 menunjukan peningkatan kemampuan melakukan terapi okupasi berkebun. Pada pertemuan pertama, P1 mendapatkan Skor 4 (35 %) dan pertemuan terakhir skor 8 (73%), sedangkan P2 pada pertemuan pertama, P2 mendapatkan Skor 4 (35 %) dan pertemuan terakhir skor 10 (91%). Dalam peningkatan kemampuan partisipan melakukan terapi okupasi berkebun, kedua partisipan memiliki selisih peningkatan kemampuan.

Dengan demikian peningkatan kemampuan melakukan terapi okupasi berkebun menanam cabai di polybag pada P2 lebih baik dibandingkan 1. Bedasarkan data tersebut, peningkatan kemampuan kedua partisipan berbeda, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pada saat dilakukan penelitian pada P2, keluarga P2 sangat mendukung kepada keluarga P2 sangat mendukung kepada peneliti dibandingkan P1. (miftachul jannah, 2016). Menurut penelitian (Handayani et al., 2013) peningkatan kemampuan seseorang itu dipengaruhi oleh dukungan keluarga dan orang terdekat untuk proses penyembuhannya. Peningkatan kemampuan seseorang dalam melakukan terapi okupasi juga dipengaruhi oleh status pekerjaan. Status ekonomi juga mempengaruhi peningkatan kemampuan seseorang dalam penelitian (wijianto, 2016) .Oleh karena itu peningkatan kemampuan pada partisipan 2 lebih besar dibandingkan partisipan 2.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil studi kasus yang telah dilaksanakan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Hasil penilaian dalam peningkatan kemampuan P1 sebelum diberikan terapi okupasi berkebun menanam cabai di polybag P1 sebesar 0 skor dan sedangkan pada P2 sebesar 0 skor, Hasil penilaian yang didapatkan dari penilaian yang telah dilakukan pada hari pertama pasien mampu menyelesaikan dengan nilai pasien 1 nilai 4 (35%) hasil dikatakan masih kurang, pada hari ke 2 klien mendapatkan nilai 6( 55%) dengan hasil dikatakan baik, pada hari ketiga klien mampu menyelesaikan terapi dengan nilai benar yaitu 8 (73%) dengan kategori sangat baik.klien mampu melaksanakan dengan baik. pasien 1 nilai 4 (35%) hasil dikatakan masih kurang, pada hari ke 2 klien mendapatkan nilai 7 ( 64%) dengan hasil dikatakan baik, pada hari ketiga klien mampu menyelesaikan terapi dengan nilai benar yaitu 10 (91%) dengan kategori sangat baik.klien mampu melaksanakan dengan baik.. REFERENSI Astriyana. (2019). Jurnal Penerapan Terapi Okupasi?: Berkebun untuk Meningkatkan Harga Diri pada Pasien Harga Diri Rendah di Wilayah Puskesmas Sruweng. 630�636. Fajariyah. (2012).

Asuhan keperawatan dengan Ganguan Harga Diri Rendah. Trans Info Media. Handayani, M. M., Ratnawati, S., Helmi, A. F., & Mada, U. G. (2013). EFEKTIFITAS PELATIHAN PENGENALAN DIRI DIRI DAN HARGA DIRI. 2, 47�55. Kaplan dan Sadock. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis (Edisi II). khoirah umah. (2012). JURNAL TERAPI OKUPASI: TRAINING KETRAMPILAN PENGARUH TINGKAT DERPESI PADA LANSIA. 3(1), 86�91. Mamnu�ah. (2013). Stres dan Strategi Koping Keluarga Merawat Anggota Keluarga yang Mengalami Harga Diri Rendah. miftachul jannah. (2016). Jurnal Asuhan Keperawatan Terapi Aktifitas Kelompok Peningkatan Harga Diri Rendah pada Klien Gangguan Jiwa di Ruang Kakak Tua RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang-Malang. Purwanto, R. dan. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Rachmaningtys. (2013). Jumlah peningkatan sakit jiwa di indonesia. Sholihah, H. (2011).

Pengaruh Life Review Theraphy Terhadap Tingkat Harga Diri Pada Lansia Di Tejokusuman Notoprajan Ngampilan Yogyakarta. Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah, 1�13. Stuart. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Wakhid, A., Hamid, A. Y. S., Keperawatan, F. I., Indonesia, U., Keperawatan, F. I., & Indonesia, U. (2013). PENDEKATAN MODEL HUBUNGAN INTERPERSONAL PEPLAU. 1(1), 34�48. wijianto. (2016). Pengaruh Status Sosial dan Kondisi Ekonomi Keluarga. 2(2), 190�210.