Plagiarism Checker X Originality Report

Plagiarism Quantity: 8% Duplicate

Date Thursday, January 28, 2021
Words 280 Plagiarized Words / Total 3466 Words
Sources More than 37 Sources Identified.
Remarks Low Plagiarism Detected - Your Document needs Optional Improvement.

STUDI KASUS PROSES PENYEMBUHAN LUKA KAKI DIABETIK DENGAN PERAWATAN LUKA METODE MOIST WOUND HEALING Andin Fellyta Primadani 1, Dwi Nurrahmantika 2 1,2 Departemen Keperawatan FIKKES, Universitas Muhammadiyah Semarang Abstrak Diabetes merupakan penyakit metabolism yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah melebihi kadar normal. Salah satu komplikasi dari diabetes adalah luka pada ekstremitas bawah yang disebut luka diabetes (ulkus) sebagai akibat dari gangguan neuropati dan vaskuler. Perawatan luka dengan metode moist wound healing membuat luka tetap lembab, sehingga mempercepat pertumbuhan jaringan dan mempercepat penyembuhan luka. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisa hasil dari implementasi perawatan luka dengan moist wound healing terhadap penyembuhan luka diabetik. Studi kasus ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan proses asuhan keperawatan.

Subjek studi kasus adalah pasien DM yang disertai luka diabetik grade 1-2. Subjek studi kasus berjumlah 2 orang, yang didapatkan secara random. Subjek studi kasus telah menandatangani informed consent sebelum dilakukan pengambilan data. Populasi yang digunakan adalah semua pasien dengan luka diabetik. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 2 pasien. Alat pengumpulan data menggunakan lembar pengkajian Bates-Jensen Wound Assessment Tool (BWAT)). Hasil yang didapatkan adalah adanya perbaikan luka yang ditujukkan dengan peningkatan skor pada lembar assessment dengan rerata selisih sebanyak 4 poin. Teknik moist wound healing mempercepat penyembuhan luka diabetik. Kata Kunci : moist wound healing; perawatan luka; luka diabetik PENDAHULUAN Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang disebabkan karena masalah pada tubuh dalam memproduksi insulin, insulin yang dihasilkan kurang ataupun tidak ada sama sekali, atau bisa dikarenakan tidak berfungsinya reseptor insulin sehingga sel tidak bisa menerima glukosa untuk metabolism (Black, M. J. & Hawks, 2014; Pranata, S & Khasanah, 2017).

International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2019 mengatakan bahwa diabetes merupakan salah satu issue di dunia kesehatan yang telah mencapai tahap �alarming�. Saat ini hampir setengah juta penduduk (463 juta) dunia yang mengidap diabetes. pada tahun 2019 dan diperkiraan prevelensi meningkat pada tahun 2045 menjadi 700 juta orang menderita diabetes (IDF, 2019). Penyakit ini banyak di derita oleh penduduk di Negara berkembang, salah satunya Indonesia. Indonesia memegang peringkat ke-7 dengan penderita diabetes usia 20-79 tahun. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan peningkatan angka kejadian Diabetes yang cukup signifikan, yaitu dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018 (RISKESDAS, 2018).

Sedangakan di tahun 2019 jumlah penderita diabetes hampir mencapai angka 4 juta penderita (Kemenkes RI, 2020). Kejadian diabetes di jawa tengah menempati peringkat ke 2 penyakit tidak menular yaitu sebesar 20,57 % (DinKes Provinsi Jateng, 2018). Prevalensi penderita luka diabetik di Indonesia sebesar 15% dari penderita diabetes Menurut data rekam medik di RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang menunjukan kasus penderita diabetes mellitus pada tahun 2017 periode januari mencapai 55 kasus yang sebagian besar perawatan pasien selalu terkait dengan luka diabetik dengan derajat 0 � 5 (Maulida, 2017). Setiap tahun lebih dari 1 juta orang penderita diabetes mellitus kehilangan salah satu kakinya sebagai komplikasi diabetes mellitus. Penyakit arteri perifer secara independen meningkatkan risiko ulkus yang tidak dapat disembuhkan, infeksi, dan amputasi (Armstrong et al., 2017).

Luka diabetik disebabkan oleh infeksi sebagai akibat dari tingginya glukosa darah, sehingga meningkatkan proliferasi bakteri, dan ditambah adanya defisiensi sistem imun yang menyebabkan masa inflamasi luka berlangsung lama. Selain itu, tidak sesuainya penanganan pada luka diabetik (ulkus) dapat memperburuk kondisi luka (Ekaputra, 2013). Oleh karena itu diperlukan perawatan luka yang tepat dan optimal. Perawatan luka yang masih sering dijumpai di rumah sakit yaitu dengan metode konvensional, luka dibersihkan kemudian ditutup dengan kassa, tanpa adanya pemilihan dressing yang sesuai dengan kondisi luka. Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah moist wound healing, yang lebih efektif dibandingkan metode konvensional karena mudah dalam pemasangan, dapat menyesuaikan dengan bentuk luka, mudah melepaskannya, nyaman dipakai, tidak perlu sering ganti balutan, absorbs drainase, menekan dan imobilisasi luka, mencegah luka baru dari cedera mekanis, mencegah infeksi, meningkatkan hemostasis dengan menekan balutan.

Selain itu dapat menghemat jam perawatan di rumah sakit (Handayani, 2016; Maryunani, 2015). Metode ini juga menjaga kondisi luka tetap dalam kondisi lembab, sehingga meningkatkan laju epitelisasi jaringan, mempercepat autolysis jaringan, meminimalkan infeksi luka, dan mengurangi rasa nyeri terutama saat penggantian balutan sehingga penyembuhan luka lebih efektif (Angriani et al., 2019). Wahyuni (2017) menyebutkan pada penelitian bahwa seluruh pasien (100%) mengalami proses regenerasi jaringan pada setelah diberikan perawatan luka secara moist selama 7 hari. Subandi & Sanjaya (2017) juga mengemukakan pada tulisannya bahwa perawatan luka dengan balutan modern lebih efektif dibanding dengan metode konvensional.

Studi kasus bertujuan untuk menganalisa hasil dari implementasi perawatan luka dengan teknik moist wound healing terhadap penyembuhan luka diabetik. METODE Metode studi ini menggunakan desain deskriptif dengan pendekatan studi kasus berdasarkan penerapan Evidence Based Nursing Practice yaitu perawatan luka diabetik metode moist wound healing. Variable yang diukur adalah luka diabetik yang telah diberikan 1 kali intervensi. Subjek studi kasus adalah pasien diabetes mellitus disertai adanya luka kaki diabetik. Subjek studi kasus berjumlah 2 orang, yang didapatkan secara random sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Kriteria inklusi pada pemilihan subjek studi adalah pasien yang bersedia menjadi reponden, pasien yang mengalami luka kaki diabetik grade 1-2. Kriteria eksklusinya yaitu pasien dengan luka diabetik dengan grade lebih dari 2, dan pasien yang sudah pulang dari RS sebelum waktu penerapan intervensi selesai. Studi kasus ini dilakukan di Ruang rawat Nakula 2 dan 3 RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang selama praktek klinik pada bulan Februari 2020. Tindakan dilakukan pada jam 09:00 WIB dengan lama perawatan sekitar 20 menit Masing-masing subjek studi mendapatkan 1 kali intervensi berupa perawatan luka diabetik dengan modern dressing berupa hydrogel dan foam dressing.

Alat untuk perawatan luka yang digunakan sudah tersedia di ruang rawat seperti GB set, kassa steril, kassa gulung, larutan NaCl 0,9 %, matronidazol, dan plester. Untuk hydrogel dan foam dressing didapatkan sendiri oleh penulis. Kondisi luka diabetik diukur pada hari pertama sebelum diberikan perwatan dan pada hari ke-3 menggunakan lembar observasi Bates-Jensen Wound Assessment Tool (BWAT) yang terdiri dari 13 item. Pemberian penilaian pada setiap item dengan memilih kondisi yang paling menggambarkan luka dan memasukkan skor pada klom skor sesuai dengan tanggal observasi. Semakin tinggi jumlah skor dari 13 item, semakin parah status luka diabetik. Studi kasus ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pembimbing klinik, pasien dan keluarga. Sebelum dilakukan terapi, pasien dan keluarga diberikan penjelasan akan tujuan dan prosedur tindakan.

Setelah pasien dan keluarga bersedia, kemudian dilakukan perawatan luka metode moist wound healing setelah terlebih dahulu menjaga privasi pasien. implementasi berupa pengkajian luka awal, pencucian luka menggunakan lartan NaCl 0,9 %, pembuangan jaringan mati, pengeringan luka, pemberian metronidazole dan hydrogel, penutupan luka dengan foam dressing dan kassa, dan difiksasi dengan plester. Prosedur pengambilan data dilakukan dengan pengkajian, menentukan diagnosa keperawatan dan intervensi yang selanjutnya akan diberikan implementasi selama 3 hari berupa perawatan luka metode moist wound healing dan dilanjutkan dengan evaluasi. Penulisan studi kasus ini dilakukan dengan merahasiankan identitas pasien seperti nama dan alamat, yang kemudian diganti menggunakan kode inisial untuk nama pasien dan tidak menggunakan alamat lengkap pasien.

HASIL STUDI Hasil pengkajian awal subjek studi berada pada rentang usia 40-60 tahun (usia pertengahan) yang berjenis kelamin perempuan 1 dan laki-laki 1. Subjek studi mengeluh luka lama sembuh, tidak nyaman pada luka dan terkadang terasa perih. Luka ulkus subjek studi adalah derajat 1-2 dengan kondisi luka mengalami tanda-tanda inflamasi, yaitu adanya nyeri pada luka, kemerahan, bengkak, terdapat sedikit eksudat, sedikit berbau, kulit sekitar luka teraba hangat. Kondisi sedikit berbeda ditunjukkan pada pasien 2 yaitu adanya slough pada luka. Hasil tanda tanda vital subjek studi berada dalam rentang normal, pemeriksaan gula darah >250 mmHg, Hb dan Leukosit dalam batas normal. Asupan nutrisi subjek studi kurang baik, subjek studi mengatakan masih sering mengkonsumsi manakan/minuman manis. Selain itu subjek studi sering merasa cemas pada malam hari.

Diagnosa keperawatan pada subjek studi kasus adalah gangguan integritas jaringan (D.0129) berhubungan dengan neuropati perifer (diabetes mellitus) yang ditandai dengan tanda gejala mayor yaitu kerusakan jaringan/kulit, dan tanda gejala minor yatu adanya nyeri, kemerahan dan perdarahan (PPNI, 2017). Intervensi yang diberikan pada subjek studi kasus adalah perawatan luka (I.14564) dengan kriteria hasil penyatuan tepi jaringan luka meningkat, jaringan granulasi meningkat, jaringan parut menigkat, nyeri menurun, eksudat menurun, infeksi menurun dan inflamasi menurun (PPNI, 2018).

Rencana tindakan adalah kaji luka dan tanda infeksi, merawat luka dengan bersih dan lembab, memberikan balutan yang sesuai, edukasi peningkatan nutrisi adekuat, edukasi pengontrolan gula darah, dan edukasi manajemen stres, serta berkolaborasi pemberian antibiotik, kolaborasi ahli gizi untuk diit yang sesuai dengan kondisi pasien. Pelaksanaan implementasi pada subjek studi yaitu mengkaji karakteristik luka, merawat luka dengan dengan normal salin dan sabun untuk mencuci luka, mengompres luka dengan metronidazole selama 1 menit, memberikan topikal hydrogel, menutup luka dengan foam dressing dan kassa steril. Balutan diganti tiap 3 hari sekali. Perawatan luka di mulai pada jam 09.00 pagi dengan didampingi oleh perawat penanggung jawab pasien.

Alat dan bahan yang digunakan sudah tersedia di ruangan seperti GB set, kassa steril, kassa gulung, plester, NaCl 0,9 %, metronidazole, bengkok, dan plastik infeksius. Sedangkan untuk hydrogel dan foam dressing didapatkan secara pribadi oleh penulis. Pada saat tindakan, pasien mengeluh nyeri pada sengkring-sengkring, pasien tampak sesekali meringis. pasien mengungkapkan bahwa pemakaian modern dressing sangat nyaman dipakai. Hasil evalusi pada hari ke-3 didapatkan bahwa subjek studi merasa lebih suka menggunakan modern dressing, balutan tidak menempel pada luka, tidak perih dan balutan tidak rembes. Hasil observasi luka menggunakan instrument Bates-Jensen Wound Assessment Tool, pada hari pertama didapatkan skor total dari 13 ITEM penilaian adalah 31 dan 32, sedangkan pada hari kedua adalah sebanyak 28 dan 27.

Semakin tinggi skor total, maka semain tinggi tingkat keparahan dari luka diabetik. Tabel 1.1 Skoring Perkembangan Penyembuhan luka diabetik menggunakan BWAT Pasien Hari Ke-1 (Pre) Hari Ke-3 (Post)  Pasien 1 31 28  Pasien 2 32 27   Berdasarkan tabel 1.1 didapatkan data hasil studi yang menunjukkan nilai Skoring Perkembangan Penyembuhan luka diabetik. Pada pasien 1 mendapat penurunan skor sebanyak 3 poin. Sedangkan pasien 2 mendapat penurunan skor sebanyak 5 poin. Hal tersebut menunjukkan bahwa perjadi penurunan skor yang berarti juga ada perbaikan jaringan luka. PEMBAHASAN Subjek studi kasus berada pada rentang usia 45-59 tahun atau disebut juga dengan usia pertengahan.

Menurut penelitian dari Basri & Harastuti (2018) menyebutkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami ulkus DM sebanyak 45,9% berada pada rentang usia 45-60 tahun. Pendapat dari Efendi et al., (2020) menyampaikan bahwa usia >50 tahun berisiko mengalami penyembuhan luka yang lama. Menurut WHO, seseorang yang berusia 30 tahun keatas akan mengalami kenaikan kadar gula darah baik puasa maupun toleransi makan sehingga terjadi gangguan sekresi dan resistensi insulin di sel yang dapat mempengaruhi efektifitas protein dan zat-zat lain dalam proses penyembuhan luka kaki diabetik (ADA, 2014).

Semakin bertambahnya usia, akan terjadi penuruna penglihatan sehingga mudah terjadi cedera dan gangguan perfusi contoh dari kemunduran fungsi organ tubuh, selain itu akan terjadi penurunan elastisitas dari kolagen, dan penurunan cadangan lemak mempengaruhi regenerasi sel. Usia tua akan terjadi penurunan pada sistem imunitas yang mengakibatkan luka sulit untuk sembuh (Aspiani, 2014). Subjek studi kasus berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan perbandingan yang sama. Menurut Pashar (2018), laki-laki lebih berisiko mengalami luka diabetik. Hal berbeda disampaikan juga oleh Harahap (2017) bahwa lebih dari setengah responden berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan faktor hormonal, esterogen yang dimiliki oleh perempuan membantu dalam menjaga kestabilan gula darah dan menyimpan cadangan lemak tetapi akan mengalami penurunan fungsi setelah menopause sehingga akan berisiko terjadi luka diabetic.

Sedangkan laki-laki tidak mempunyaki hormone esterogen dan ditambah kebiasaan buruk seperti merokok, menyebabkan laki-laki ikut mudah mengalami luka diabetic (Taylor, 2014). Maka dari baik laki maupun perempuan memiliki risiko yang sama terjadi luka diabetik dan berisiko juga mengalami penyembuhan luka yang lama. Factor resiko selanjutnya yaitu ketidakstabilan gula darah pada subjek studi kasus. Menurut Efendi et al. (2020) pada penelitiannya menyampaikan bahwa ketidaknormalan kadar gula darah mempengaruhi penyembuhan luka. Pendapat serupa dikemukakan oleh Pashar (2018) bahwa tingginya kadar gula dara menyebabkan komplikasi kronik jangka panjang seperti ulkus diabetik. Tingginya kadar gula darah menyebabkan menurunnya imunitas, tingginya viskositas darah, sirkulasi darah terhambat sehingga perbaikan jaringan memakan waktu lama.

Suasana luka pasien DM sangat disukai oleh mikroorganisme untuk berkembang biak, sehingga infeksi terjadi berkepanjangan (Lede et al., 2018). Gangguan integritas jaringan/kulit adalah kerusakan yang terjadi pada kulit (epidermis, dan atau dermis), jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tenton, tulang, kartilagi, kapsul sendi dan / ligament) yang disebabkan oleh perubahan sirkulasi, penurunan mobilitas, bahan iritan, suhu ekstrem, kelembaban, factor mekanis, neuropati perifer, perubahan hormonal, dan sebaginya). Gangguan integritas jaringan/ kulit ditandai dengan adanya gelaja mayor adnya kerusakan jaringan/ lapisan kulit dan tanda gejala minor seperti nyeri, kemerahan, perdarahan, hematoma (PPNI, 2017).

Luka Diabetik atau yang disebut juga ulkus diabetik merupakan luka yang terjadi pada penderita diabetes sebagai akibat dari adanya gangguan perfusi pada jaringan, gangguan persarafan peripheral, dan proses inflamasi yang memanjang, serta infeksi kuman yang berlebih sehingga menyebabkan kematian jaringan yang luas (nekrosis) (Gitarja, 2011; Pashar, 2018). Hal tersebut sesuai dengan kondisi luka pasien yang mengalami proses inflamasi yang panjang, mengalami infeksi dan adanya jaringan yang mati. Pada dasarnya proses penyembuhan luka merupakan proses fisiolgis tubuh yaitu sel jaringan hidup yang akan beregenerasi kembali ke struktrur sebelumnya. Proses penyembuhan luka terdiri dari 3 fase, yaitu fase inflamasi yang terjadi pada hari ke 0-3 atau sampai hari ke 5, fase proliferasi (fase granulasi) yang terjadi pada hari ke ke-2 sampai hari ke-24, dan fase maturasi yang terjadi pada hari ke-24 hingga 1 tahun atau lebih (Arisanty, 2014). Luka pasien 1 memasuki fase proliferasi pada hari ke- 3 hari yang ditandai dengan munculnya granulasi jaringan, sedangkan pasien 2 masih dalam fase inflamasi yang ditandai masih adanya sedikit jaringan mati (slough).

Kondisi luka kedua pasien mengalami proses regenerasi yang dijunjukkan oleh penurunan poin pada lembar pengkajian Bates-Jensen Wound Assessment Tool. Wahyuni (2017) menjelaskan pada tulisannya, bahwa semua pasien luka diabetik yang diberikan modern dressing mengalami regenerasi jaringan setelah 7 hari perawatan. Hal serupa di sampaikan oleh Ose et al., (2018) bahwa perawatan luka modern dressing selama 3 hari mampu membuat jaringan pada luka beregenerasi. Kedua penelitian tersebut sebanding dengan hasil studi penulis bahwa setelah dilakukan perawatan luka selama 3 hari, luka mengalami regenerasi sel. Metode perawatan luka dengan dressing berupa kassa dan larutan NaCl 0,9 % dinilai kurang efektif sebab sifat NaCl 0,9% yang akan menguap sehingga kassa menjadi kering dan menempel pada luka.

Metode perawatan luka yang tepat adalah dengan memperhatikan kebersihan luka, tindakan pembuangan jaringan nekrotik, dan cara pemilihan jenis dressing yang sesuai dengan kondisi luka pasien (Maryunani, 2015). Modern dressing merupakan bahan non-adesif yang mampu menyerap eksudat baik sedikit, sedang, hingga jumlah eksudat yang banyak. Modern dressing dapat mempertahankan moisture balance pada luka sehingga membantu mengurangi rasa nyeri tiap pergantian balutan, membantu sel-sel untuk beregenerasi, tidak merusak jaringan yang yang baru, dan memungkinkan neutrofil dan makrofag untuk bermigrasi dengan lebih baik sehingga luka dapat sembuh secara optimal (Wahyuni, 2017).

Luka yang terlalu lembab/ basah akan menimbulkan maserasi pada tepi luka dan jika luka tidak lembab/ kering maka akan menyebabkan kassa lengket sehingga mudah terjadi trauma ulang yang menyebabkan bertambahnya masa perawatan (Maryunani, 2015). Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu metode perawatan luka yang tepat bagi pasien. Salah satu metode perawatan yang digunakan penulis adalah dengan Moderen dressing yang berupa hydrogel dan foam dressing. Hydrogel merupakan bahan yang mengandung air dan mampu menurunkan suhu pada luka sehingga luka tetap terhidrasi dengan baik, tercipta suasana lembab, dan sebagai debridemen alami melalui proses autolitik. Foam dressing adalah bahan yang mampu menyerap eksudat dari sedikit hingga banyak. Mampu menciptakan suasana lembab, dapat melindungi jaringan yang luka, tonjolan tulang, dan granulasi jaringan.

Kedua dressing tersebut mampu digunakan bersamaan dengan antibiotik ataupun obat topikal (Handayani, 2016). Perawatan luka secara modern lebih efektif dibandingkan dengan perawatan konvesional karena mudah dalam pemasangan, dapat menyesuaikan dengan bentuk tubuh, mudah melepaskannya, nyaman dipakai, tidak perlu sering ganti balutan, absorbs drainase, menekan dan imobilisasi luka, mencegah luka baru dari cedera mekanis, mencegah infeksi, meningkatkan hemostasis dengan menekan balutan. Selain itu dapat menghemat tenaga dan jam perawatan pasien di rumah sakit (Handayani, 2016; Maryunani, 2015). Perawatan luka yang maksimal dilakukan hingga luka menjadi sembuh, tergantung pada tingkat keparahan luka.

Kembali pada teori mengenai tahapan penyembuhan luka, pada fase maturasi (pematangan jaringan) dimulai pada hari ke-24 hingga 1 tahun atau bahkan lebih. Oleh karena itu, faktor yang dapat dimodifikasi dan memiliki peran dalam kesembuhan luka perlu ditingkatkan seperti manajemen nutrisi dan pengontrolan kadar gula darah (Rina, 2015). Proses penyembuhan luka bergantung pada kadar protein, vitamin A, vitamin C, Fe, tembaga. Zat tersebut membantu dalam pembentukan kolagen dengan baik. Asam amino dan kalori lebih banyak untuk penderita luka diabetes, kondisi malnutrisi menjadi penyebab keterlambatan penyembuhan luka (Al Fady, 2015; Ekaputra, 2013).

Kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan kekentalan darah yang tinggi sehingga menjadi media yang baik bagi perkembangbiakan mikroorganisme anaerob (Maryunani, 2015) Kondisi psikologis seperti beban pikiran dan stress selama pengobatan diabetes dan perawatan luka yang panjang ikut mempengaruhi proses kesembuhan luka karena mempengaruhi sistem imun (Florensias, 2017; Pranata, 2019). Sehingga manajemen stres perlu dilakukan selama masa pengobatan dan perawatan luka berlangsung. SIMPULAN Penerapan perawatan luka dengan metode moist wound healing sangat membantu pasien dalam mempercepat proses penyembuhan luka seperti luka diabetik. Perawatan luka menggunakan metode moist wound healing bisa menjadi pilihan sebagai tindakan perawatan luka untuk mempercepat reepitelisasi jaringan dan keberhasilan kesembuhan luka diabetik.

UCAPAN TERIMAKASIH Penulis menuturkan terimakasih kepada seluruh unit terkait dalam proses penyusunan laporan kasus ini. DAFTAR PUSTAKA ADA. (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. In The Journal of Clinical and Applied Research and Education. 37 (S.1). America Diabetic Association. Doi: 10.2337/dc11-S062 ,PMCID: PMC3006051. Al Fady, M. F. (2015). Madu dan Luka Diabetetik (Metode Perawatan Luka Komplementer Dilengkapi dengan Riset). Yogyakarta: Gosyen Publishing. Angriani, S., Hariani, & Ulfa, D. (2019). Efektifitas Perawatan Luka Modern Dressing dengan Metode Moist Wound Healing pada Ulkus Diabetik di Klinik Perawatan Luka ETN Centre Makassar. Artikel Koleksi Politeknik Kesehatan Makassar, 10, 2087�2122. Arisanty, I. P. (2014). Konsep Dasar Manajemen Perawatan Luka. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Armstrong, D. G., Boulton, A. J. M., & Bus, S. A. (2017).

Diabetic Foot Ulcers and Their Recurrence. New England Journal of Medicin. 376(24), 2367�2375. http://www.nejm.org/doi/10.1056/NEJMra1615439. Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: CV. Trans Info Media. Basri, H. M., & Harastuti, H. (2018). Hubungan Status Nutrisi dan Kecemasan Dengan Proses Penyembuhan Luka Diabetes Melitus di Ruang Rawat Inap Bedah RSUD BARRU. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 12(5), 476�481. http://ejournal.stikesnh.ac.id/index.php/jikd/article/view/825 . Black, M. J., & Hawks, H. (2014). Medical Surgical Nursing?: Clinical Management for Continuity of Care (8th ed.). Philadephia: W.B. Saunders Company. DinKes Provinsi Jateng. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2018. https://dinkesjatengprov.go.id/v2018/profil-kesehatan-2/ Efendi, P., Heryati, K., & Buston, E. (2020). Faktor yang Mempengaruhi Lama Penyembuhan Ganggren Pasien Diabetes Mellitus di Klinik Alfacare. MNJ (Mahakam Nursing Journal), 2(7), 286�297. Doi: http://dx.doi.org/10.35963/mnj.v2i7.165. Ekaputra, E. (2013).

Evolusi Manajemen Luka Menguak 5 Keajaiban Moist Dressing. Jakarta: CV Trans Info Media. Florensias, F. (2017). Faktor Dominan yang Memengaruhi Proses Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita Diabetes Melitus di Rumah Rawat Luka Surabaya. Undergraduate Thesis, Widya Mandala Catholic University Surabaya. http://repository.wima.ac.id/11880/ Gitarja, W. S. (2011). Perawatan Luka Diabetes (edisi 2). Bogor: Wocare Publishing. Handayani, L. T. (2016). Studi Meta Analisis Perawatan Luka Kaki Diabetes dengan Modern Dressing. The Indonesian Journal of Health Science, 6(2). https://doi.org/https://doi.org/10.32528/the.v6i2.133 Harahap, A. Y. (2017). Perubahan Gaya Hidup Pasien yang Mengalami Luka Diabetes Melitus di Kota Medan. Repositori Institusi USU. http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1516 IDF. (2019). Diabetes Altlas Ninth Edition. Belgium: International Diabetes Federation. http://www.idf.org/about-diabetes/facts-figures Kemenkes RI. (2020). Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2019. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Lede, M. J., Hariyanto, T., & Ardiyani, V. M. (2018).

Pengaruh Kadar Gula Darah Terhadap Penyembuhan Luka Diabetes Mellitus di Puskesmas Dinoyo Malang. Nursing News: Jurnal Ilmiah Keperawatan, 3(1). https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fikes/article/view/826. Maryunani, A. (2015). Perawatan Luka Modern [Modern Woundcare] Terkini Dan Terlengkap. Bogor: Media. Maulida, K. (2017). Penerapan Kompres Metronidazole dan Nacl 0, 9% terhadap Proses Penyembuhan Ulkus Diabetikum di Ruang Nakula 3 RSUD KRMT Wongsonegoro Kota Semarang. Undergraduate thesis. http://repository.unimus.ac.id/id/eprint/780 Ose, M. I., Putri. A. U., & Damayanti, A. (2018). Efektivitas Perawatan Luka Teknik Balutan Wet-Dry dan Moist Wound Healing pada Penyembuhan Ulkus Diabetik. Journal of Borneo Holistic Health, 1(1), 101�112. https://doi.org/https://doi.org/10.35334/borticalth.v1i1.401. Pashar, I. (2018).

Efektivitas Pencucian Luka Menggunakan Larutan NaCl 0,9% dan Kombinasi Larutan NaCl 0,9% dengan Infusa Daun Sirih Merah 40% Terhadap Proses Penyembuhan Ulkus Diabetik. Repository Universitas Muhammadiyah Semarang, 53(9), 1689�1699. https://repository.unimus.ac.id/1921/. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI. Pranata, S & Khasanah, D. U. (2017). Merawat penderita diabetes melitus. Yogyakarta: Pustaka Panasea. Pranata, S. (2019). Pilot study?: Self-Management Among Diabetes Mellitus Patients at HL . Manambai Abdulkadir Hospital. Scientific Journal of Nursing, 5(I), 107�113. https://doi.org/10.33023/jikep.v5i2.258%0A. Rina, R. (2015). Faktor-Faktor Risiko Kejadian Kaki Diabetik pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2 (Studi Kasus Kontrol di RSUP. Dr. M. Djamil Padang). Doctoral Dissertation, Program Pasca Sarjana UNDIP. http://eprints.undip.ac.id/48368/. RISKESDAS. (2018).

Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Taylor. (2014). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wahyuni, L. (2017). Effect Moist Wound Healing Technique toward Diabetes Mellitus Patients with Ulkus Diabetikum in Dhoho Room RSUD Prof Dr. Soekandar Mojosari. Jurnal Keperawatan, 6(1), 63�69. http://jurnal.stikeswilliambooth.ac.id/index.php/Kep/article/view/161.